Risiko Hukum Belanja Online di Masa Pandemi
Lipsus Lebaran 2020

Risiko Hukum Belanja Online di Masa Pandemi

Bocornya data pribadi konsumen yang marak belakangan ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Sejak World Health Organization (WHO) mengumumkan status pandemi global untuk penyakit Covid-19, semua terasa berubah. Wabah yang melanda dunia ini telah membatasi segala aktivitas dan ruang gerak masyarakat. Berbagai cara dilakukan pemerintah setiap negara untuk membendung penyebaran virus yang terbilang mematikan ini.

Di Indonesia, pemerintah pusat dan daerah telah melakukan berbagai upaya untuk memutus perkembangan Covid-19, mulai dari imbauan sampai dikeluarkannya beberapa kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menggunakan masker, physical distancing, larangan ke kantor, sekolah, pasar, dan tempat keramaian lainnya. Anjuran work from home, learn from home dan pray from home membuat kebiasaan masyarakat berubah.

Wabah Covid-19 seakan memaksa masyarakat bergeser ke era digitalisasi. Ya, teknologi sangat berperan penting di sini, di mana masyarakat bisa memanfaatkan internet untuk berinteraksi. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat bisa memperolehnya dengan membeli secara online atau biasa dikenal belanja online.

Untuk kebutuhan Lebaran, misalnya. Barang-barang seperti makanan berupa kue, pakaian, dan lain sebagainya dapat dengan mudah dicari di internet. Platform-platform belanja online banyak tersedia. Tak perlu keluar rumah karena berisiko tertular Covid-19, masyarakat tinggal pesan melalui ponsel untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan.

Belanja online memang menjadi salah satu pilihan untuk memenuhi kebutuhan lebaran. Tapi perlu diingat, meningkatnya kebutuhan akan belanja online untuk lebaran di masa pandemi bukan berarti tak memiliki risiko. Masyarakat perlu mengetahui kemungkinan terjadinya persoalan hukum yang timbul dari aktivitas belanja online, di antaranya adalah penipuan, barang tak sesuai pesanan, dan barang rusak. Namun, salah satu masalah yang menjadi perhatian publik saat ini adalah pencurian atau pelanggaran terhadap data pribadi konsumen. (Baca: Kasus Bocornya Data Pribadi Konsumen Belanja Online Marak)

Perlu diketahui, ada beberapa regulasi terkait jual beli online yang dapat menjadi rujukan seperti UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen (UU PK), UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tetang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), PP No.71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE), Permenkominfo No.20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik, dan PP No.80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Kasubdit Pengendalian Sistem Elektronik Ekonomi Digital dan Perlindungan Data Pribadi Kemenkominfo, Rifki Arif Gunawan, mengatakan ada beberapa penyebab terjadinya kebocoran pribadi. Dia menjelaskan aplikasi atau layanan online merupakan sistem elektronik yang dibangun menggunakan teknologi yang terus berkembang, di mana aplikasi selalu membutuhkan pengembangan fitur untuk mengikuti kemajuan teknologi dan kebutuhan penggunanya.

Tags:

Berita Terkait