Memetik Hikmah dari Rentannya Kebocoran Data Konsumen Marketplace
Lipsus Lebaran 2020

Memetik Hikmah dari Rentannya Kebocoran Data Konsumen Marketplace

Masih lemahnya regulasi dan manajemen risiko menjadi celah kebocoran data pribadi.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Transaksi belanja daring atau online melalui marketplace bukan hal asing bagi masyarakat. Terlebih sejak pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sebagian besar wilayah dan memasuki Lebaran, transaksi dan jumlah pengguna atau konsumen belanja online semakin meningkat. Belanja daring tersebut memberi kemudahan bagi masyarakat dari sisi waktu dan biaya.

Namun seperti dua sisi mata uang, belanja daring memiliki risiko salah satunya kebocoran data pribadi konsumen. Data pribadi konsumen yang dicantumkan saat bertransaksi di marketplace seperti kontak telepon, email, KTP hingga wajah pengguna dapat bocor tanpa sepengetahuan pemilik data tersebut. Hal ini berbahaya bagi masyarakat karena data pribadi tersebut dapat disalahgunakan, diperjualbelikan hingga digunakan untuk tindakan kriminal.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Berbagai kasus kebocoran data pribadi konsumen marketplace beberapa kali terjadi. Tidak hanya Indonesia, kebocoran data pribadi tersebut juga terjadi pada marketplace global. Lemahnya regulasi hingga keandalan pengamanan sistem menjadi aspek yang menjadi sorotan dalam perlindungan data pribadi di Indonesia.

Bila merujuk pada Pasal 28G Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sudah ada kewajiban negara memberi perlindungan data pribadi masyarakatnya.

Pasal tersebut berbunyiSetiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.

Sayangnya, aturan turunan dari pasal tersebut tidak komprehensif dan beragam sehingga perlindungan data pribadi masih berada dalam ketidakpastian. Sedikitnya, terdapat 30 UU yang mengatur data pribadi. Hal ini menyebabkan aturan main penggunaan data pribadi oleh pihak lain menjadi tidak jelas. (Baca: Kasus Bocornya Data Pribadi Konsumen Belanja Online Marak)

Dalam praktiknya, terdapat berbagai pertanyaan-pertanyaan mengenai kewenangan pengguna data saat memanfaatkan data tersebut untuk kepentingan bisnisnya. Selain itu, pengguna data juga bisa memindahtangankan data pribadi konsumen tanpa persetujuan pemilik data.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait