Tiga Kontroversi Lembaga Antikorupsi Saat Pandemi
Utama

Tiga Kontroversi Lembaga Antikorupsi Saat Pandemi

Mulai dari OTT "prank" hingga seleksi pejabat.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Kolase lima pimpinan KPK periode 2019-2023. Foto: RES
Kolase lima pimpinan KPK periode 2019-2023. Foto: RES

Belum ada langkah signifikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah pimpinan Komjen Polisi Firli Bahuri. Beberapa perkara yang naik ke tingkat penyidikan selain merupakan warisan perkara dari para komisioner sebelumnya juga tidak ada nama besar ataupun jumlah kerugian keuangan negara yang signifikan. 

KPK di bawah komando Firli justru menuai kritik dari para pegiat antikorupsi. Selama masa pandemi Covid-19 ini saja sudah ada tiga hal yang dilakukan KPK menuai kontroversi. Pertama mengenai proses seleksi jabatan dan pengangkatan sejumlah pejabat struktural yang dianggap tidak transparan. Kemudian yang kedua belum diumumkannya status salah satu petinggi PT Dirgantara Indonesia sebagai tersangka kasus korupsi. Sebelumnya beredar informasi bahwa salah satu petinggi perusahaan tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.

Dan yang ketiga tentunya mengenai pelimpahan perkara OTT di Kemendikbud kepada pihak kepolisian. "Bahwa setelah dilakukan permintaan keterangan, belum ditemukan unsur pelaku penyelenggara negara sehingga selanjutnya dengan mengingat kewenangan, tugas pokok dan fungsi KPK maka KPK melalui unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan menyerahkan kasus tersebut kepada Kepolisian RI untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan hukum," kata Deputi Penindakan KPK Karyoto melalui keterangan tertulis. 

Alasan ini cukup menarik karena Karyoto memberikan secara rinci kronologis OTT hingga konstruksi perkara. Dan jika dilihat dari itu semua, bisa dibilang OTT yang dilakukan KPK semacam "prank" yang dilakukan para youtuber, atau "OTT Bohongan". Sebab mengaku melakukan OTT, uang didapat, bertempat di kampus negeri, tapi mengaku tidak ada penyelenggara negara, dan dilimpahkan pula ke penegak hukum lain.

Awalnya ada informasi dari pihak Itjen Kemendikbud kepada KPK perihal dugaan akan adanya penyerahan sejumlah uang yang diduga dari pihak Rektor UNJ kepada pejabat di Kemendikbud. Selanjutnya tim KPK bersama dengan tim Itjen Kemendikbud menindaklanjuti informasi tersebut dan kemudian diamankan Dwi Achmad Noor (Kabag Kepegawaian UNJ) beserta barang bukti berupa uang sebesar AS$1200 dan Rp27,5 juta. 

Konstruksinya yaitu Rektor UNJ sekitar tanggal 13 Mei 2020 diduga telah meminta kepada Dekan Fakultas dan Lembaga di UNJ untuk mengumpulkan uang THR masing-masing Rp5 juta melalui Dwi Achmad Noor (Kabag Kepegawaian UNJ). Di mana THR tersebut rencananya akan diserahkan kepada Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti Kemendikbud dan beberapa staf SDM di Kemendikbud.

Pada tanggal 19 Mei 2020 terkumpul uang sebesar Rp55 juta dari 8 Fakultas, 2 Lembaga Penelitian dan Pascasarjana. Dan pada tanggal 20 Mei 2020 Dwi Achmad Noor membawa uang Rp37 juta ke kantor Kemendikbud selanjutnya diserahkan kepada Karo SDM Kemendikbud sebesar Rp5 juta, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud sebesar Rp2,5 juta serta Parjono dan Tuti (staf SDM Kemendikbud )masing-masing sebesar Rp1 juta. (Baca: Intip Yuk Isi Pedoman Penuntutan KPK)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait