Perlu Penyelarasan Tata Kelola Pemilu dengan Perlindungan Data Pribadi
Berita

Perlu Penyelarasan Tata Kelola Pemilu dengan Perlindungan Data Pribadi

Beberapa negara telah melakukan penyelarasan antara UU Pemilu dengan UU Perlindungan Data Pribadi yang mereka miliki.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Perlu Penyelarasan Tata Kelola Pemilu dengan Perlindungan Data Pribadi
Hukumonline

Ada tanggung jawab Penyelenggara Sistem Elektronik jika terjadi kegagalan perlindungan terhadap data pribadi. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik mengatur itu. 

Tidak hanya kedua instrumen ini, dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang saat ini tengah di bahas di DPR pun kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik jika terjadi kegagalan melindungi data pribadi diatur. 

Insiden kebocoran 2 juta data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014 yang diperjualbelikan di “pasar” peretas beberapa waktu lalu, publik memahami ada perbedaan pendekatan dalam memperlakukan data pribadi. Di satu sisi, rejim perlindungan data pribadi secara tegas mengatur “ketertutupan” data pribadi, sementara di sisi lain, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur keterbukaan informasi DPT sebagai bagian dari penyelenggaran Pemilu yang akuntabel.

“KPU sendiri mengatakan DPT itu data terbuka, jadi mekanisme perlindungan data menurut mereka tidak berlaku,” ujar Deputi Risert Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar.

Pandangan KPU ini tidaklah salah. DPT merupakan dokumen terbuka untuk kepentingan pemilihan umum. Pasal 201 Ayat (8) UU Pemilu menyebutkan, pemutakhiran data pemilih dilakukan setiap enam bulan sekali, dengan mengacu pada data kependudukan yang diserahkan oleh pemerintah kepada penyelenggara Pemilu. (Baca: 3 Lembaga Perlu Investigasi Jual Beli Data DPT di “Pasar Peretas”)

Hasil pendataan inilah yang kemudian menentukan apakah seseorang warga negara telah terdaftar sebagai pemilih dan berhak menggunakan suaranya atau tidak. Data-data tersebut selain berupa nama dan alamat, juga termasuk NIK dan jenis kelamin (Pasal 202), bahkan praktiknya Nomor Kartu Keluarga (NKK) juga dicantumkan, yang memungkinkan identifikasi lanjutan, seperti nama ibu kandung seseorang. 

Ketentuan undang-undang ini juga memberikan kewajiban kepada penyelenggara Pemilu untuk menyerahkan salinan DPT kepada semua partai politik peserta pemilu, termasuk NIK dan NKK, dan tanpa ada aturan untuk menutup nomor-nomor dalam NIK dan NKK, yang dapat mengidentifikasi atau memprofil seseorang. 

Tags:

Berita Terkait