Legislator Ini Usul Ketentuan Pers Dicabut dari RUU Cipta Kerja
Berita

Legislator Ini Usul Ketentuan Pers Dicabut dari RUU Cipta Kerja

Niat campur tangan pemerintah terlihat dalam draf RUU Cipta Kerja dengan membuat peraturan pemerintah soal pengenaan sanksi administratif terhadap perusahaan media yang dinilai melanggar Pasal 9 dan Pasal 12 UU Pers.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES

Meski mendapat penolakan, Badan Legislasi (Baleg) DPR terus membahas draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja. Salah satu materi muatan pasal yang menjadi sorotan mengenai ketentuan pers. Dari 79 UU terdampak dalam RUU Cipta Kerja ini memasukkan revisi sejumlah pasal dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Sebab, pengaturan pers dalam RUU Cipta Kerja dinilai berpeluang intervensi pemerintah terhadap dunia pers.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Netty Prasetiyani Heryawan menilai pengaturan pers dalam RUUU Cipta Kerja berpotensi membahayakan bagi dunia pers. Sebab, berpotensi mengekang kebebasan pers, berpendapat dalam negara hukum yang demokratis. Karena itu, dia mengusulkan pengaturan pers semestinya dikeluarkan dari draf RUU Cipta Kerja.

“Hentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena berpotensi membungkam dan menyulitkan dunia pers di Tanah Air karena kehidupan pers boleh jadi tidak sebebas lazimnya di negara demokrasi,” ujar Netty, Jumat (29/5/2002). (Baca Juga: Ketentuan Pers dalam RUU Cipta Kerja Dinilai Mengkhawatirkan)

Dia menilai RUU usul insiatif pemerintah itu berpotensi besar mengembalikan campur tangan pemerintah dalam kehidupan pers seperti yang pernah terjadi pada masa era Orde Baru yang berimbas pada kerja-kerja jurnalis yang tak dapat bekerja secara bebas dan independen. Dia menunjuk soal pengaturan pengenaan sanksi administratif terhadap perusahaan pers yang melanggar aturan.

Khususnya menyoal badan hukum pers, pencantuman alamat dan penanggung jawab secara terbuka. Norma tersebut diatur dalam Pasal 18 RUU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 18 UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Sebelumnya, Pasal 18 ini memang menuai penolakan dari kalangan organisasi pers.

Pemerintah mengubah Pasal 18 UU Pers dalam bab VIII Ketentuan Pidana. Dalam Pasal 18 ayat (1), setiap orang yang melawan hukum dan menghambat kerja pers dihukum penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta. Ketentuan pasal ini diperberat dalam RUU Cipta Kerja menjadi penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.  

Pasal 18 ayat (2) UU Pers mengatur hukuman bagi perusahaan pers atau media yang tidak melayani hak jawab dan pemberitaan peristiwa sesuai norma agama, kesusilaan, dan asas praduga tak bersalah juga diperberat. Hukuman ini mencakup Pasal 13 yaitu larangan memuat iklan merendahkan martabat agama, terkait minuman keras, narkotika, zat adiktif, dan wujud rokok. Dalam UU Pers, hukuman pidana dengan denda paling banyak Rp500 juta. Namun, dalam RUU Cipta Kerja diubah menjadi denda paling banyak Rp2 miliar.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait