Usia Ke-12, Ini Dia Fokus Kongres Advokat Indonesia
Utama

Usia Ke-12, Ini Dia Fokus Kongres Advokat Indonesia

Banyak cita-cita KAI yang ingin diwujudkan, dari mulai ingin mendirikan sekolah khusus advokat hingga asuransi pelayanan jasa hukum.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Presiden Kongres Advokat Indonesia Tjoetjoe Sandjaja Hernanto. Foto: KAI
Presiden Kongres Advokat Indonesia Tjoetjoe Sandjaja Hernanto. Foto: KAI

Di usia 12 tahun yang jatuh pada hari ini 30 Mei 2020, telah banyak yang dicapai oleh Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) untuk mengembangkan organisasi dan meningkatkan keilmuan para anggotanya. Pengembangan tersebut antara lain terkait penerapan dan pengembangan database KAI berbasis elektronik (e-Lawyer) hingga pelaksanaan Ujian Profesi Advokat berbasis komputer.

Tidak hanya itu, di usia ke-12 tahun ini, KAI juga bercita-cita ingin mendirikan program pendidikan hukum khusus profesi advokat untuk siswa SMA yang baru lulus yang memang benar-benar ingin menjadi advokat. Selain itu, KAI juga ingin menyempurnakan rumusan program kompetensi advokat hingga ingin membangun Kerjasama dengan Mahkamah Agung terkait database advokat dalam sistem e-court dan e-litigasi.

Presiden KAI, Tjoetjoe Sandjaja Hernanto mengatakan, meski usia KAI masih muda jika dibandingkan organisasi advokat di luar negeri yang usianya di atas 125 tahun, namun cita-cita KAI tak kalah dengan organisasi advokat lain yang jauh lebih tua. Selama 12 tahun ini, KAI lebih banyak memperjuangkan organisasi advokat yang single bar menjadi multi bar.

“Ternyata dunia advokat banyak yang harus diperbaiki, mengenai persoalan teknologi, sehingga KAI beberapa tahun terakhir ini fokus pada pengembangan teknologi,” katanya kepada Hukumonline, Sabtu (30/05). (Baca: KAI Keluarkan Surat Edaran DPP untuk Pencegahan Virus Corona)

Tjoetjoe menjelaskan dunia advokat belum terlalu mengenal teknologi, tidak seperti dunia bank, penerbangan atau lainnya yang semua kegiatannya telah menggunakan teknologi. Padahal, advokat ini adalah profesi yang tua di Indonesia, tetapi organisasinya terlambat masuk ke era digital. “Makanya, di usia ke-12 tahun, KAI berusaha mendorong anggota nya ke area digital. Saya bisa pastikan bahwa KAI organisasi pertama, di Indonesia yang databasenya sudah digital dalam bentuk aplikasi. Itu hadiah ulang tahun terindah kami,” ujarnya.

Tjoetjoe mengatakan, sebenarnya aplikasi ini sudah ada sejak dua tahun lalu, tetapi baru di ulang tahun ke-11 menuju ke ulang tahun ke-12 ini baru benar-benar semua anggota KAI didorong mendatakan dirinya di database berbasis digital (e-Lawyer). “Ternyata banyak advokat yang tidak tahu dengan teknologi. Jadi, terpaksalah kita paksa mereka untuk paham teknologi,” tegasnya.

Di tahun ini, lanjut Tjoetjoe, KAI telah melaksanakan ujian advokat secara online. Ia mengungkapkan ternyata ketika melaksanakan ujian online, kita baru mengetahui standar lulusan sarjana hukum. Ternyata, kurang mengembirakan ketika ujian onlinenya rata-rata passing grade mereka di bawah 50 persen. “Ini menjadi evaluasi bagi perguruan tinggi, agar memperbaiki proses belajar mengajar,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait