MK Tutup Hak Konstitusional Pegawai Honorer?
Kolom

MK Tutup Hak Konstitusional Pegawai Honorer?

Para tenaga honorer tidak perlu khawatir bahwa hak konstitusionalnya akan terlanggar dengan diberlakukannya UU ASN.

Bacaan 2 Menit
Hani Adhani. Foto: RES
Hani Adhani. Foto: RES

Isu tentang hak konstitusional pegawai honorer menjadi isu yang selalu menarik untuk dibahas. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), ada pandangan di masyarakat bahwa undang-undang tersebut seolah-olah telah menyebabkan kerugian bagi para pegawai honorer di seluruh Indonesia. Selain itu, ada anggapan bahwa UU ASN telah menyebabkan hak konstitusional pegawai honorer untuk menjadi PNS dan/atau pegawai PPPK terabaikan.

Sementara itu, meskipun Pemerintah dalam hal ini telah membuat peraturan perundang-undangan di bawah UU ASN untuk mengatur hal terkait managemen ASN, namun tampaknya peraturan yang dibuat tersebut belum cukup optimal menjawab dan mengakomodir hak konstitusional para pegawai honorer yang jumlahnya mencapai ribuan dan malah berpotensi menimbulkan kerugian konstitusional.

Adanya potensi kerugian konstitusional tersebut pada akhirnya mengakibatkan para pegawai honorer tersebut berupaya untuk mencari solusi alternatif dengan melakukan upaya hukum yang konstitusional sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Salah satunya adalah dengan mengajukan permohonan pengujian UU ASN ke Mahkamah Konstitusi.

Judicial Review UU ASN

Sejak UU ASN diundangkan pada tanggal 15 Januari 2014, menurut catatan kepaniteraan MK, UU ASN termasuk salah satu undang-undang yang paling sering diuji ke MK. Setidaknya sudah 14 kali UU ASN ini di uji oleh berbagai kalangan masyarakat dan banyak diantaranya diajukan oleh para pegawai honorer.

Tepat pada tanggal 19 Mei 2020 lalu, di tengah pandemi covid-19, MK kembali memutus perkara pengujian undang-undang dan salah satunya adalah perkara nomor 9/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian UU ASN. Permohonan judicial review UU ASN tersebut diajukan oleh para pegawai honorer yang berjumlah 19 orang dari seluruh Indonesia dengan berbagai latar belakang profesi pegawai honorer mulai dari guru honorer, petugas kesehatan hingga pegawai administrasi di Pemda Kabupaten/Kota.

Hukumonline.com

Dalam permohonannya, para pegawai honorer tersebut meminta kepada MK untuk menyatakan Pasal 6, Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) UU ASN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dengan mengakomodir atau mengikutsertakan tenaga honorer atau sebutan lainnya.

Para Pemohon dalam uraian permohonannya menyampaikan argumentasi bahwa Pasal 6, Pasal 58 ayat (1) dan Pasal 99 ayat (1) dan ayat (2) UU ASN tersebut telah menyebabkan hak konstitusional para pegawai honorer untuk secara otomatis menjadi PNS atau PPPK terkendala sehingga pada akhirnya menyebabkan para Pemohon berpotensi mengalamai kerugian konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28D ayat (3), Pasal 28I ayat (2), Pasal 28I ayat (4) UUD 1945.

Tags:

Berita Terkait