Usulan Relaksasi Royalti Batubara Dinilai Tidak Tepat
Berita

Usulan Relaksasi Royalti Batubara Dinilai Tidak Tepat

Bertentangan dengan prinsip filosofis dan hukum royalti yang dikenakan atas berpindahnya kepemilikan/penguasaan sebuah komoditas tambang dari tangan negara ke pihak swasta.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan minerba. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan minerba. Foto: RES

Belum lama ini, Asosiasi Pengusaha Batubara (APBI) mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk merelaksasi pembayaran royalti (iuran produksi), keringanan mekanisme pembayaran royalti, dan kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri (domestic market obligation). 

Menanggapi hal ini, Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah mengatakan permintaan pengusaha batubara ini tidak relevan untuk dipenuhi. Dalam diskusi yang disiarkan secara daring, Maryati mengungkap sejumlah alasan menyebut usulan APBI tidak relevan. 

Pertama, soal usulan relaksasi pembayaran royalti hingga enam bulan ke depan dengan menggunakan basis penentuan harga pasar, bukan harga patokan batubara (HPB/HBA) sebagaimana ketentuan yang berlaku saat ini. Menurut Maryati, usulan ini akan berdampak langsung pada penerimaan negara, khususnya PNBP (penerimaan negara bukan pajak) non-migas yang akan semakin terpuruk. 

“Sementara negara sedang butuh menaikkan kapasitas fiskal untuk penanganan pandemi covid dan recovery nya,” ujar Maryati, Jumat (5/6).

Selain itu, Maryati menyebutkan bahwa penurunan royalti juga akan sangat berdampak pada Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) Minerba yang ditransfer ke daerah. Mengungat 80% dari PNBP royalti ditransfer ke daerah penghasil, baik level provinsi hingga kabupaten. 

Saat ini, lebih dari 12 provinsi dan puluhan kabupaten masih menggantungkan pendapatan daerahnya dari DBH batubara. Sementara di sisi lain, Kementerian Keuangan melakukan relaksasi DBH untuk refocusing penanganan Covid-19. (Baca: DPR Persilakan Masyarakat Uji UU Minerba Hasil Revisi ke MK)

Senada dengan Maryati, Direktur PNBP Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Johnson Pakpahan, menyebutkan relaksasi royalti tidak urgen untuk dilakukan, karena setelah Covid-19 harga komoditas batubara diprediksi akan segera naik kembali. Johnson mengatakan, perkiraan capaian PNBP minerba tahun ini akan terkoreksi di angka Rp35,9 triliun hingga akhir tahun. 

Tags:

Berita Terkait