Berisiko Perang Dagang, Pemerintah Diminta Hati-hati Pungut Pajak Digital
Berita

Berisiko Perang Dagang, Pemerintah Diminta Hati-hati Pungut Pajak Digital

Pajak digital bukan hanya soal penerimaan, melainkan juga terkait erat dengan dampak-dampaknya, misalnya perdagangan internasional.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemerintah akan memberlakukan pungutan pajak pada pemanfaatan (impor) produk digital sebesar 10 persen pada 1 Juli 2020. PPN atas produk digital yang berasal dari luar negeri tersebut akan dilakukan oleh pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yaitu pedagang atau penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, atau penyelenggara PMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak.

Pemerintah beralasan pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha atau level playing field bagi semua pelaku usaha khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital.

Dengan berlakunya ketentuan ini maka produk digital seperti langganan streaming music, streaming film, aplikasi dan games digital, serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.

Pungutan pajak digital ini mendapat penolakan dari Amerika Serikat karena memberatkan perusahaan-perusahaan digital negara tersebut. Bahkan, AS mewacanakan perang dagang pada negara-negara yang memberlakukan pajak digital termasuk Indonesia.

Research Manager Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, mengatakan pemerintah Indonesia harus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan seluruh negara asal perusahaan digital, termasuk salah satunya Amerika Serikat.

Pajak digital bukan hanya isu antara pemerintah dengan pelaku usaha atau Government to Business, melainkan juga isu pemerintah dengan pemerintah (government to government). Dengan demikian pajak digital juga bukan hanya soal penerimaan, melainkan juga terkait erat dengan dampak-dampaknya, misalnya perdagangan internasional.

Menurutnya, pemerintah hendaknya menghindari langkah unilateral. Dalam kenyataan, langkah unilateral bukanlah langkah yang bijak untuk mencapai fairness. Biasanya, langkah unilateral dilakukan demi tujuan sempit meningkatkan penerimaan saja, yang pada gilirannya berpotensi menimbulkan berbagai risiko. Bagi Indonesia, penerimaan pajak tak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait