Majelis Hakim Diminta Vonis Maksimal terhadap Penyerang Novel
Utama

Majelis Hakim Diminta Vonis Maksimal terhadap Penyerang Novel

Demi rasa keadilan bagi korban, keluarganya, dan masyarakat. Sebab, Hakim diberi kebebasan menjatuhkan vonis maksimal sesuai fakta hukum dalam persidangan berdasarkan dakwaan sesuai beberapa Putusan MA.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Salah satu terdakwa penyerang Novel Baswedan saat menjalani sidang perdana. Foto: RES
Salah satu terdakwa penyerang Novel Baswedan saat menjalani sidang perdana. Foto: RES

Publik dibuat heran atas tuntutan rendah atau ringan terhadap dua pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Dua terdakwa yakni Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette hanya dituntut masing-masing selama 1 tahun penjara dikurangi masa tahanan oleh penuntut umum pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

“Tuntutan minimal jaksa kepada pelaku penyerangan Novel Baswedan telah mencederai rasa keadilan tidak hanya bagi Novel dan keluarganya, tetapi juga bagi masyarakat,” ujar Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Giri Ahmad Taufik melalui keterangannya, Jumat (12/6/2020). (Baca Juga: Mengkritisi Tuntutan Rendah Penyerang Novel Baswedan)

Giri menilai tuntutan penjara 1 tahun tidak berdasarkan hukum, fakta, dan mengabaikan fakta motif terkait ketidaksukaan terhadap Novel sebagai penyidik KPK yang membongkar kasus korupsi di institusi Kepolisian RI, dengan menganggapnya sebagai pengkhianat. Motif ini menyebabkan perbuatan pelaku tidak bersifat pribadi, tetapi institusional. Tak hanya bagi KPK, tapi juga keseluruhan aparat penegak hukum di Indonesia. 

“Tuntutan ini tidak mencerminkan prinsip negara hukum yang baik dan peradilan yang tidak memihak (imparsial). Karena itu, tuntutan pidana rendah telah memberi preseden yang kontraproduktif terhadap perlindungan aparat penegak hukum yang berpotensi melahirkan kekerasan-kekerasan lain bagi aparat penegak hukum, utamanya pegawai KPK," ujar Giri.  

Menurutnya, argumentasi Jaksa yang menyatakan ketidaksengajaan pelaku menyiram mata Novel sebagai dasar menuntut rendah merupakan penghinaan terhadap akal sehat dan doktrin hukum pidana universal terkait unsur kesengajaan, yang telah dikembangkan dan diajarkan di fakultas hukum. Baginya, kesengajaan seharusnya dibuktikan dengan unsur mengetahui dan menghendaki.

“Adanya unsur perencanaan dalam proses tindak pidana dan pengunaan air keras, telah mengindikasikan adanya kesadaran dari si pelaku bahwa menyiramkan air keras kepada seseorang pasti akan menyebabkan luka berat pada tubuh,” jelasnya.  

Meski begitu, secara hukum hakim diberi kebebasan menilai fakta dan hukum yang disajikan dalam persidangan berdasarkan dakwaan sebagaimana ditegaskan dalam Putusan MA Nomor 510 K/Pid.Sus/20014; Nomor 1616 K/Pid.Sus/2013; Nomor 68 K/Kr/1973; dan Nomor 47 K/Kr/1956. Dalam kasus ini, Jaksa telah mendakwa pelaku dengan dakwaan berlapis dan menempatkan Pasal 355 ayat (1) pada dakwaan pertama. Pasal ini memberikan ancaman hukuman 12 tahun penjara bagi pelaku kejahatan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait