Komisi Kejaksaan Bakal Eksaminasi Tuntutan Kasus Novel, Tapi…
Utama

Komisi Kejaksaan Bakal Eksaminasi Tuntutan Kasus Novel, Tapi…

Setelah putusan dibacakan, tapi Komisi Kejaksaan sedang menindaklanjuti dugaan pelanggaran kinerja, kode perilaku, dan peraturan perundang-undangan dalam proses penuntutan perkara ini. LeIP menyarankan pemeriksaan atau eksaminasi harus objektif, tak sekedar formalitas, dan fokus menilai kualitas pembuktian.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Tim jaksa dan salah satu terdakwa penyerang Novel Baswedan saat hendak menjalani sidang perdana di ruang sidang PN Jakarta Utara. Foto: RES
Tim jaksa dan salah satu terdakwa penyerang Novel Baswedan saat hendak menjalani sidang perdana di ruang sidang PN Jakarta Utara. Foto: RES

Tuntutan ringan terhadap dua pelaku penyiraman air keras ke penyidik senior KPK) Novel Baswedan terus menjadi buah bibir di masyarakat. Soalnya, dua terdakwa bernama Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette hanya dituntut masing-masing selama 1 tahun penjara oleh penuntut umum berdasarkan dakwaan subsider Pasal 353 ayat (2) jo Pasal 55 KUHP di PN Jakarta Utara. Padahal, ancaman hukuman Pasal 353 ayat (2) KUHP itu maksimal 7 tahun penjara.  

Ada desakan untuk mengevaluasi kinerja dan profesionalisme tim jaksa dalam kasus ini. Untuk itu, Komisi Kejaksaan RI bakal melakukan eksaminasi materi tuntutan, tapi eksaminasi setelah ada putusan PN Jakarta Utara dalam perkara ini. “Eksaminasi tentunya dibutuhkan sebagai salah satu bahan telaah dan penilaian yang dilakukan oleh Komisi Kejaksaan Republik Indonesia,” ujar Komisioner Komisi Kejaksaan Ibnu Madjah kepada Hukumonline, Kamis (18/6/2020). (Baca Juga: Majelis Hakim Diminta Vonis Maksimal terhadap Penyerang Novel)

Dia mengakui pihaknya didorong agar menggali keterangan tim jaksa penuntut umum yang terdiri dari Ahmad Patoni, Satria Irawan, Fedrik Adhar dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Namun, dalam mengeksaminasi tuntutan jaksa yang menangani sebuah kasus menarik perhatian publik, Komisi Kejaksaan tak serta merta dapat langsung melakukan pemeriksaan. Sebab, pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Kejaksaan tetap memperhatikan norma Pasal 13 Peraturan Presiden No.18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia.

Pasal 13 Perpres 18/2011 menyebutkan, “Pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, tidak boleh mengganggu kelancaran tugas kedinasan Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan atau mempengaruhi kemandirian Jaksa dalam melakukan penuntutan.”

Dengan kata lain, kata Ibnu, Komisi Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tak boleh mengganggu kelancaran tugas kedinasan pegawai kejaksaan yang dapat mempengaruhi kemandirian penuntutan. Karena itu, tegasnya, eksaminasi terhadap tuntutan itu hanya bisa dilakukan setelah adanya putusan pengadilan.

Dia menerangkan banyak aspek yang mesti dicermati Komisi Kejaksaan dalam menelaah kasus ini agar hasil tindak lanjut yang dituangkan dalam rekomendasi bersifat objektif dan komprehensif. Mulai aspek yuridis, maupun nonyuridis yang mempengaruhi jaksa penuntut umum dalam menjatuhkan tuntutannya terhadap dua terdakwa itu.

Yang jelas, kata Ibnu, Komisi Kejaksaan sedang menindaklanjuti dugaan pelanggaran kinerja, kode perilaku, dan peraturan perundang-undangan dalam proses penuntutan perkara ini. Menurutnya, Komisi Kejaksaan sebagai lembaga pengawasan eksternal secara alamiah memang dimungkinkan mengeksaminasi kinerja jaksa. 

Tags:

Berita Terkait