4 Potensi Pelanggaran dalam Tahapan Verifikasi Faktual Calon Perseorangan Pilkada
Berita

4 Potensi Pelanggaran dalam Tahapan Verifikasi Faktual Calon Perseorangan Pilkada

Bawaslu daerah mematangkan persiapan pengawasan verifikasi faktual yang akan di mulai Rabu (24/6).

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: RES
Ilustrasi: RES

Pelaksanaan Pilkada serentak akan memasuki tahapan verifikasi faktual calon perseorangan. Berdasarkan jadwal, tahapan verifikasi faktual calon perseorangan akan berlangsung selama 6 hari, yakni 24-29 Juni 2020. Selama tahapan berlangsung, Bawaslu mengantisipasi sejumlah potensi pelanggaran yang mungkin terjadi. 

Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, memetakan empat potensi pelanggaran yang bisa terjadi dalam tahapan verifakasi faktual (verfak) dukungan calon perseorangan. 

Keempat potensi pelanggaran tersebut berupa Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak melakukan verifikasi; pendukung membantah memberikan dukungan dan mengisi pernyataan tidak mendukung; pendukung yang berstatus sebagai penyelenggara pemilihan; serta pendukung yang berstatus TNI, Polri, ASN, dan kepala desa.

Pada potensi pelanggaran pertama, Dewi menjelaskan apabila PPS tidak melakukan verifikasi adalah pelanggaran karena secara eksplisit disebutkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan ancaman pidana yang bisa diberikan sebagai sanksi.

"PPS dapat diduga melakukan pelanggaran etika, dan bisa dikenakan pidana pasal 185 B dan 186 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada," ujar Dewi dalam Rakornas Daring Persiapan Pengawasan Verifikasi Faktual, Senin (22/6).

Potensi pelanggaran kedua, menurut Dewi, pendukung membantah memberikan dukungan dan mengisi pernyataan tidak mendukung (Form BA 5 KWK Perseorangan). Masalah hukum yang muncul dari hal ini adalah bakal calon atau tim diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen. (Baca: Beragam Hal yang Harus Dihindari dalam Pilkada 2020)

Ketiga, pendukung yang berstatus sebagai penyelenggara pemilihan. Dewi menegaskan, penyelenggara pemilihan dapat diduga telah melakukan pelanggaran etika dalam bentuk tidak netral atau partisan. "Ini ada prinsip pelanggaran kode etik," ujarnya.

Tags:

Berita Terkait