Tenaga Kesehatan Berjatuhan, Wacana Ekspor APD Dipertanyakan
Berita

Tenaga Kesehatan Berjatuhan, Wacana Ekspor APD Dipertanyakan

Tenaga kesehatan di Tanah Air banyak yang menjadi korban karena alat pelindung diri (APD) yang ada tidak standar.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi tim medis. Foto: RES
Ilustrasi tim medis. Foto: RES

Rencana pemerintah melalui Kementerian Perdagangan melakukan ekspor alat pelindung diri (APD) dan barang kesehatan lain mendapat kritik. Soalnya, banyak tenaga kesehatan di Tanah Air yang meregang nyawa ketika melaksanakan tugas mengurus pasien Covid-19 lantaran APD yang kurang memenuhi standar. 

“Nakes (tenaga kesehatan) kita masih menjadi korban Covid-19. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan APD yang kurang memenuhi standar. Kenapa pemerintah malah mewacanakan ekspor?” kata anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, usai mengikuti rapat Komisi IX DPR RI, Senin (22/6).

Menurut Netty, berita terbaru tentang terkonfirmasi positifnya  22 dokter residen yang sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter  Spesialis Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, seharusnya menjadi fokus perhatian pemerintah untuk mengontrol dan memperbaiki standar APD, baik yang berasal dari produk dalam negeri atau pun yang impor.

“Nakes terinfeksi dan APD yang kurang standar, seharusnya ini yang jadi fokus pemerintah, bukan malah bicara ekspor. Ini jadi seperti Jaka Sembung naik ojek, nggak nyambung, Jek. Komunikasi semisal ini hanya menimbulkan kegaduhan di ruang publik,” ujarnya. 

Keheranan Netty Aher akan wacana ekspor APD  cukup beralasan mengingat  per 22 Juni, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai 46.845 jiwa dengan penambahan sebanyak 954 kasus. Jumlah penambahan kasus terbanyak tercatat dari 5 provinsi seperti, Jawa timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan. (Baca: Mendag Buka Kran Ekspor Bahan Baku Masker, Masker, dan APD)

“Kurva pandemi Covid-19 masih meningkat, banyak daerah masih berada dalam zona bahaya, bahkan relaksasi PSBB pun masih dalam masa transisi. Artinya, kebutuhan dalam negeri akan APD diprediksi masih besar,” ujarnya.

Menurut Netty, seharusnya pemerintah menyerap dulu APD produksi dalam negeri, pastikan kebutuhan tercukupi, khususnya di wilayah epicenter baru, kemudian mencabut relaksasi impor kebutuhan APD dan barang kesehatan  yang bisa dipenuhi dalam negeri.

Tags:

Berita Terkait