5 Masukan Dunia Usaha Terkait UMKM dalam Omnibus Law Cipta Kerja
Berita

5 Masukan Dunia Usaha Terkait UMKM dalam Omnibus Law Cipta Kerja

Bila ada UMKM yang sanggup membayar sesuai UMP sebaiknya diberikan kebijakan insentif seperti pembebasan pajak, atau pengurangan berbagai biaya perizinan.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pemerintah bersama DPR tengah berupaya untuk memfinalisasi Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. Pembahasan RUU ini sempat tertunda lantaran wabah Covid-19, namun belakangan pembahasan RUU akan diubuka kembali dengan tujuan untuk memancing investasi guna perbaikan ekonomi pasca Covid-19.

Managing Director Institute of Developing Economics and Entrepreneurship (IDEE), Sutrisno Iwantono, menilai bahwa substansi dari RUU Cipta Kerja adalah penciptaan lapangan kerja. Dengan demikian seharusnya materi tentang Usaha Mikro dan Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi titik utama pembahasan mengingat UMKM menjadi penyedia lapangan kerja terbesar di Indonesia.

Dari total UMKM yang tersebar di Indonesia sebanyak 64.194.057 unit, total penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM mencapai 116.978.631 orang, atau setara dengan 97 persen dari total kontribusi  penyeerapan tenaga kerja di Indonesia sebanyak 120.598.138 orang. (Baca: Dampak dan Tantangan Digitalisasi Sektor UMKM)

Kendati demikian, Sutrisno berpendapat tak ada standarisasi yang jelas dalam UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Adapun kriteria yang dimuat dalam UU UMKM disebut tak jelas kegunaannya karena tiap lembaga kementerian memiliki kriteria sendiri-sendiri.

“Kriteria UMKM seharusnya bukan semata-mata untuk keperluan pemerintah dalam mengumpulkan dan menyusun data statistik, tetapi adalah untuk keperluan pemberdayaan UMKM serta program pengembangan UMKM,” kata Sutrisno dalam sebuah webinar, Rabu (24/6).

Selain itu, definisi UMKM yang digunakan di Indonesia saat ini baik yang berdasarkan omzet, aset, maupun tenaga kerja, masih terlalu kecil jika dibandingkan dengan negara-negara pesaing seperti  Tiongkok, Malaysia dan Vietnam.  Suatu perusahaan dapat terkategori sebagai usaha menengah atau besar di Indonesia tetapi perusahaan lain dengan skala usaha yang sama di negara pesaing masih terkategori sebagai usaha mikro dan kecil.

Bahkan, Suatu perusahaan di Indonesia dapat terkecualikan dari fasilitas khusus untuk UMK (kredit ringan, keringanan pajak, kemudahan izin, dan lainnya) karena telah tergolong usaha besar, tetapi perusahaan lain dengan skala produksi yang sama di negara pesaing masih mendapat fasilitas untuk UMK. Dengan alasan ini pula, UMK perlu dibahas lebih detail dalam UU Cipta Kerja.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait