Diputus Bersalah oleh KPPU dalam Kasus Tiket Pesawat, Ini Respons Lion Air
Berita

Diputus Bersalah oleh KPPU dalam Kasus Tiket Pesawat, Ini Respons Lion Air

Lion Air tidak terima atas putusan KPPU dan akan mengajukan keberatan.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan tujuh maskapai terbukti melakukan pelanggaran persaingan usaha karena dianggap melakukan perjanjian bersama-sama dalam menetapkan harga tiket pesawat pada Selasa (23/6). Ketujuh maskapai tersebut PT Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia,  PT Sriwijaya Air, PT NAM Air,  PT Batik Air, PT Lion Mentari  dan PT Wings Abadi.

Dalam putusan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019, KPPU memutuskan bahwa seluruh maskapai tersebut secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 5 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi “pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama”.

Untuk itu, Majelis Komisi KPPU yang terdiri dari Kurnia Toha sebagai Ketua Majelis Komisi dan Kodrat Wibowo serta Yudi Hidayat, masing-masing sebagai Anggota Majelis menjatuhkan sanksi berupa perintah kepada tujuh maskapai tersebut untuk melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada KPPU setiap kebijakan mereka yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat sebelum kebijakan tersebut dilakukan.

Dalam proses penegakan hukum yang dilaksanakan, KPPU menilai bahwa struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat (tight oligopoly). Hal ini mengingat bahwa kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal di Indonesia terbagi dalam 3 (tiga) grup yaitu grup Garuda (Terlapor I dan Terlapor II), grup Sriwijaya (Terlapor III dan Terlapor IV), dan grup Lion (Terlapor V, Terlapor VI, dan Terlapor VII). Sehingga seluruh Terlapor dalam perkara ini menguasai lebih dari 95% (sembilan puluh lima persen) pangsa pasar.

Selain itu, Majelis Komisi berpendapat terdapat juga hambatan masuk yang tinggi dari sisi modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha sedikit dalam industri penerbangan. Persaingan harga di industri tersebut diatur melalui peraturan pemerintah melalui batasan tertinggi dan terendah dari penetapan tarif atau harga penumpang pelayanan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri, sehingga masih terdapat ruang persaingan harga diantara rentang batasan tersebut.

Berdasarkan persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa telah terdapat concerted action atau parallelism para Terlapor, sehingga telah terjadi kesepakatan antar para pelaku usaha (meeting of minds) dalam bentuk kesepakatan untuk meniadakan diskon atau membuat keseragaman diskon, dan kesepakatan meniadakan produk yang ditawarkan dengan harga murah di pasar. Hal ini mengakibatkan terbatasnya pasokan dan harga tinggi pada layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi di wilayah Indonesia. (Baca: KPPU Sidang 7 Maskapai: Lion Air Group Tolak Tawaran Perubahan Perilaku)

Tags:

Berita Terkait