Dewas KPK Tindaklanjuti Penggunaan Helikopter Firli Bahuri
Berita

Dewas KPK Tindaklanjuti Penggunaan Helikopter Firli Bahuri

​​​​​​​Laporan ini karena adanya dugaan pelanggaran kode etik.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Firli Bahuri (kedua dari kanan). Foto: RES
Firli Bahuri (kedua dari kanan). Foto: RES

Masyarakat Ani Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri berupa penggunaan helikopter mewah untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja pada Sabtu 20 Juni 2020 kemarin. Ini adalah yang Kedua atas kegiatan Firli Ketua KPK di Sumsel pada Sabtu tanggal 20 Juni 2020, yang mana aduan pertama terkait dugaan melanggar protokol Covid-19 terkait tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja, Sumsel.

Anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris mengatakan, pihaknya sudah menerima adanya lapaoran tersebut. Dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku maka setiap dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oknum lembaga antirasuah tersebut seperti pegawai dan pimpinan akan ditindaklanjuti setelah sebelumnya mempelajarinya lebih dahulu.

“Sesuai tugas Dewas seperti diamanatkan Pasal 37B ayat (1) huruf d UU KPK yang baru, semua laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik oleh pimpinan dan pegawai KPK akan ditindaklanjuti oleh Dewas. Dewas tentu akan pelajari dan kumpulkan bukti dan faktanya terlebih dahulu,” kata Syamsuddin dalam keterangan tertulisnya. (Baca: Pesan Firli untuk Kepala Biro Hukum KPK yang Baru)

Dalam Pasal 37B (1) Dewan Pengawas bertugas; a. mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi; b. memberikan izin ata.u tidak memberikan bin Penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan; c. menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasar Korupsi; d. menerima dan laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etjk oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; e. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan f. melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala 1 (satu) kali dalam I (sahr) tahun.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangan tertulisnya menyebut ada sejumlah alasan mengapa Firli diduga melanggar kode etik. Pertama, penggunaan helikopter dianggap merupakan gaya hidup mewah dikarenakan mestinya perjalanan Palembang ke Baturaja hanya butuh empat jam perjalanan darat dengan mobil.

Hal ini bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK dilarang bergaya hidup mewah analogi dari larangan bermain golf (pelarangan main golf karena dianggap bergaya hidup mewah telah berlaku sejak tahun 2004 dan masih berlaku hingga kini). “Kedua bahwa Helikopter yang digunakan adalah jenis mewah (helimousin) karena pernah digunakan Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air,” kata Boyamin.

Ketiga Firli juga terlihat tidak memakai masker ketika sudah duduk di dalam helikopter, yang tentunya ini bisa membahayakan penularan kepada atau dari penumpang lain termasuk kru dalam pesawat helikopter. Hal ini bertentangan dengan statemen Firli yang hanya mencopot masker sejenak ketika ketemu anak-anak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal ini bisa diartikan Firli tidak memakai masker mulai ketemu anak-anak hingga naik Hhlikopter. (Baca: Ketua KPK: Media Sosial Penting dalam Pemberantasan Korupsi)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait