Polemik PPDB, Pengaturan dan Pelaksanaan Sistem Zonasi Perlu Dievaluasi
Berita

Polemik PPDB, Pengaturan dan Pelaksanaan Sistem Zonasi Perlu Dievaluasi

Problem yang selalu muncul dalam pelaksanaan zonasi sejak 2017 adalah persebaran sekolah yang tidak merata dan infrastruktur yang tidak memadai.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Sejumlah orang tua murid yang tergabung dalam Forum Relawan PPDB DKI 2020 menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (29/6).  Foto: RES
Sejumlah orang tua murid yang tergabung dalam Forum Relawan PPDB DKI 2020 menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (29/6). Foto: RES

LBH Jakarta menyarankan Gubernur Provinsi DKI Jakarta memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk mencabut atau setidak-tidaknya merevisi SK Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta No.501 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis (Juknis) Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020/2021. Hal ini dikarenakan bertentangan dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 dan peraturan yang lebih tinggi lainnya.

“Selain itu juga menjadwal ulang proses proses penerimaan dengan aturan yang baru nantinya tersebut sebagai akibat dari aturan yang berlaku saat ini,” tulis pernyataan LBH Jakarta, Minggu (28/6).

Setidaknya, ada 5 hal yang menjadi perhatian LBH Jakarta terkait PPDB 2020/2021.  Pertama, soal usia. Dalam catatan LBH Jakarta, PPDB DKI Jakarta yang dilakukan pada 25-30 Juni 2020, khususnya untuk SMP dan SMA memang menggunakan jalur zonasi dan jalur lainnya sebagaimana dimandatkan dalam Permendikbud 44/2019, namun terdapat ketentuan yang menyebutkan “Dalam hal jumlah Calon Peserta Didik Baru yang mendaftar dalam jalur tersebut melebihi daya tampung, maka dilakukan seleksi berdasarkan: – usia tertua ke usia termuda;–urutan pilihan sekolah; dan – waktu mendaftar”.

“Hal inilah yang memicu kekacauan karena pada akhirnya banyak yang tidak diterima di sekolah yang dekat dengan rumah dan kemungkinan besar akan diterima di sekolah yang jauh jaraknya dari rumah,” tulis pernyataan LBH Jakarta. (Baca Juga: Advokat Persoalkan Syarat Penerimaan Siswa dengan Mengutamakan Usia Tertua)

LBH Jakarta mengingatkan bahwa prinsip dari Permendikbud 44/2019 adalah mendekatkan domisili peserta didik dengan sekolah (Pasal 16). Faktor usia peserta didik yang lebih tua baru menjadi faktor yang dipertimbangkan ketika terdapat kesamaan jarak tinggal calon peserta didik dengan sekolah. Akibatnya, peserta didik akan bersekolah di tempat yang jauh dari rumah dan hal itu akan berdampak pada waktu yang dihabiskan di jalan dan ongkos sehari-hari yang memberatkan.

Kedua, soal kuota. Pemprov DKI Jakarta mengatur kuota minimum jalur zonasi sebesar 40 persen yang lebih rendah dari Permendikbud 44/2019 yang mengatur 50 persen. Penurunan kuota ini tidak sesuai dengan semangat penerapan sistem zonasi. Ketiga, soal prioritas tahapan. Dalam Permendikbud 44/2019, diatur bahwa untuk jalur zonasi, afirmasi dan perpindahan tugas orang tua terdapat kuota tertentu yang harus dipenuhi. Adapun untuk jalur prestasi, prinsipnya pemerintah daerah dapat membuka jika masih terdapat sisa kuota.

“Mengacu pada ketentuan tersebut, penentuan prioritas tahapan PPDB DKI 2020 menjadi aneh ketika pelaksanaan jalur prestasi non akademik (15 Juni) dilakukan mendahului jalur zonasi (25-25 Juni). Hal ini sekali lagi tidak sesuai dengan semangat sistem zonasi yang seharusnya diutamakan,” tulis pernyataan LBH Jakarta.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait