Polemik Kewenangan Pemerintah Batalkan Perda dalam RUU Cipta Kerja
Berita

Polemik Kewenangan Pemerintah Batalkan Perda dalam RUU Cipta Kerja

KPPOD usul pembatalan perda dilakukan melalui MA sesuai putusan MK dan pemerintah berperan mencegah terbitnya perda bermasalah melalui eksekutif review. Tapi, pemerintah menganggap pembatalan perda tetap diperlukan dalam rangka memastikan iklim investasi yang lebih baik dan harmonisasi produk hukum antara pemerintah pusat dan daerah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pembahasan RUU. Hol
Ilustrasi pembahasan RUU. Hol

Pembahasan RUU Cipta Kerja terus bergulir di DPR meskipun RUU ini menuai kontroversi di masyarakat. RUU Cipta Kerja menyasar banyak sektor yang berimplikasi mengubah sekitar 79 UU terdampak. Salah satunya bidang administrasi pemerintahan terutama kewenangan hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait kewenangan perizinan demi meningkatkan investasi.  

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan ada sejumlah isu penting terkait klaster administrasi pemerintahan. Misalnya, Pasal 162-164 RUU Cipta Kerja memuat norma baru terkait pelaksanaan administrasi pemerintahan untuk mendukung cipta kerja.

Robert menerangkan Pasal 162 ayat (1) RUU Cipta Kerja menyebut Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan sesuai UUD Tahun 1945. Pasal 162 ayat (2) RUU Cipta Kerja menyebut Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi berwenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang berdasarkan UU dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga dan pemerintah daerah. Selanjutnya, Pasal 163 ayat (3) RUU Cipta Kerja menyebutkan Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembentukan peraturan pelaksana UU kepada menteri, kepala lembaga, atau pemerintah daerah.

Terkait pembatalan peraturan daerah (perda), Robert mengatakan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah memberi kewenangan pemerintah untuk membatalkan perda provinsi. Dan pembatalan perda kabupaten/kota menjadi kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

Namun, ketentuan ini dianulir lewat Putusan MK bernomor 137/PUU-XIII/2015 dan No.56/PUU-XIV/2016 yang menetapkan MA sebagai lembaga yang berwenang membatalkan perda provinsi dan kabupaten/kota Tugas dalam kerangka judicial review (uji materi peraturan di bawah Undang-Undang).   

Karena itu, Robert mengusulkan agar mekanisme pembatalan perda tetap dilakukan melalui MA. Sedangkan, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri perlu memperkuat pengawasan dan pembinaan terhadap rancangan perda dan peraturan kepala daerah (perkada) dalam RUU Cipta Kerja (executive review).  

“Kemendagri berwenang melakukan review terhadap rancangan perda. Jangan sampai perda terbit sebelum ada pernyataan rancangan perda itu sudah dinyatakan clear and clean dari Kemendagri atau Kemenkumham. Artinya, dilakukan pengecekan di awal sebelum perda diterbitkan,” kata Robert dalam diskusi secara daring, Rabu (1/7/2020). (Baca Juga: Beragam Catatan Soal UMKM yang Perlu Diadopsi RUU Cipta Kerja)  

Tags:

Berita Terkait