Menyoal Perlindungan Hak Cipta dalam Pemanfaatan Artificial Intelligence
Berita

Menyoal Perlindungan Hak Cipta dalam Pemanfaatan Artificial Intelligence

Pemanfaatan AI dalam industri kreatif dapat bersinggungan mengenai persoalan hak cipta. Pemerintah dan pelaku industri kreatif harus menyiapkan regulasi dan panduan untuk memberi batasan hak cipta tersebut.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pemanfaatan teknologi kecerdasan buatanatau artificial intelligence (AI) dalam aktivitas masyarakat khususnya dunia industri semakin masif. Melalui pemanfaatan AI, pelaku usaha dapat membaca kecenderungan konsumen sehingga dapat meningkatkan kinerja bisnis usahanya. Pemanfaatan AI sudah lumrah diterapkan pada sektor-sektor perdagangan, padat karya dan jasa keuangan.

Tidak hanya itu, tren pemanfaatan AI telah merambah pada industri kreatif seperti periklanan, penulisan novel maupun seni lukis. Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi dan Regulasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Ari Juliano Gema mencontohkan beberapa karya seni yang memanfaatkan AI seperti "The Next Rembrandt", proyek iklan yang dipesan oleh ING Bank kepada J Walter Thompson, sebuah biro periklanan pada 2016. Proyek AI ini menganalisis 346 lukisan karya Rembrandt van Rijn, pelukis Belanda yang juga dikenal sebagai pelukis terbesar dalam sejarah seni Eropa.

Ari menjelaskan pemanfaatan AI tersebut dapat menyimpulkan jika Rembrandt masih hidup saat ini kemungkinan besar akan melukis seorang pria berusia 30-40 tahun, memakai baju hitam dan topi, serta posisi wajah dari sisi kanan. "Iklan tersebut kemudian memenangkan lebih dari 60 penghargaan periklanan," kata Ari dalam dalam keterangan persnya pada diskusi Regulasi Ekonomi Digital dengan tema "Bagaimana Artificial Intelligence (AI) Mempengaruhi Sistem Hak Cipta?," Selasa (30/6).

Contoh lainnya, Ari menerangkan pembuatan novel yang diciptakan melalui sebuah perangkat lunak yang dikembangkan oleh Hitoshi Matsubara dan timnya di Future University Hakodate, Jepang. Novel dari hasil AI tersebut kemudian diikutkan dalam lomba, bersaing dengan novel-novel terbaik di Jepang dan hampir memenangkan lomba tersebut. (Baca: Asosiasi Pengajar HKI Soroti Lemahnya Regulasi Hak Kekayaan Intelektual)

Lalu, ada program dari Botnik Studios, perusahaan hiburan Amerika Serikat yang mampu menganalisis tujuh novel Harry Potter mulai dari gaya penulisan dan lainnya, hingga akhirnya program AI ini bisa menghadirkan buku lanjutan novel Harry Potter.  "Novel Harry Potter sudah tamat, namun menggunakan AI dapat menganalisis 7 novel Harry Potter dan muncullah novel buatan Botnik yang orang-orang mengapresiasi dan tidak menyangka bahwa novel tersebut dibuat melalui sebuah program AI," kata Ari.

Meski memudahkan, pemanfaatan AI pada industri kreatif tersebut ternyata memiliki persoalan hukum dalam perlindungan hak cipta. Ari menerangkan ibarat dua sisi mata uang, kemajuan teknologi ini selain menawarkan banyak kemudahan sekaligus dapat memberi ancaman bagi para pelaku ekonomi kreatif dari sisi orisinalitas dan hak cipta. Sehingga, dia menilai perlu antisipasi bersama dari seluruh pemangku kepentingan ekonomi kreatif untuk dapat mendorong hadirnya produk hukum yang dapat melindungi para pelaku ekonomi kreatif ke depannya.

"Masalahnya ketika AI itu yang mengandung “DNA” dari karya orang lain digunakan oleh orang yang tidak berhak, dalam hal ini bukan pencipta dan bukan pemegang hak cipta, tentu akan bermasalah ketika dia menghasilkan sebuah karya," kata Ari. 

Tags:

Berita Terkait