Urgensi Penguatan KPPU Hadapi Pelanggaran Persaingan Usaha Tidak Sehat
Utama

Urgensi Penguatan KPPU Hadapi Pelanggaran Persaingan Usaha Tidak Sehat

KPPU menginginkan punya kewenangan pemeriksaaan secara ekstrateritorial dan memiliki upaya paksa terhadap pelaku usaha.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES

Persoalan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat kental dengan perekonomian nasional sekitar dua dekade silam. Kondisi tersebut menjadi salah satu penyebab rontoknya perekonomian Indonesia pada kirisis moneter 1998. Sehingga, berbagai pihak seperti akademisi menginisiasi pembentukan lembaga pengawas persaingan usaha bersifat independen yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Juni 2000. Pembentukan lembaga pengawas tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Sepak terjang pengawasan KPPU sampai sekarang telah memberi 233 saran kepada pemerintah pusat dan daerah terhadap kebijakan-kebijakan yang mengganggu prinsip-prinsip persaingan usaha secara sehat. Selain itu, KPPU juga telah memutuskan 349 perkara dengan 89 persen di antaranya dikuatkan pengadilan. Ada juga 640 putusan notifikasi merger dan akuisisi yang tercatat di KPPU.

Ketua KPPU Kurnia Toha mengatakan di tengah pencapaian tersebut peran pengawasan komisi masih harus diperkuat mengingat pesatnya perkembangan bisnis dan teknologi serta semakin terbukanya perdagangan lintas batas. Dia menjelaskan saat ini pelaku usaha asing dapat berkegiatan bisnis di Indonesia tanpa hadir secara fisik. Kondisi tersebut dapat memengaruhi persaingan bisnis saat skala usaha perusahaan asing tersebut sudah besar.

Menurutnya, penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pengesahan Revisi UU 5/1999 karena berbagai ketentuan sudah tidak sesuai dengan kondisi bisnis saat ini. Kurnia mencontohkan pengawasan ekstrateritorial harus dimiliki KPPU agar dapat memeriksa pelaku usaha yang berada di luar Indonesia. Penguatan pengawasan juga harus dilakukan dengan memberi kewenangan KPPU untuk menyita dan menggeledah saat pemeriksaan. (Baca Juga: Dihukum Denda Rp30 Miliar oleh KPPU, Ini Respons Grab)

“Kami berharap bisa diubah yang penting-penting saja misalnya ekstratoritorial semua negara suda berlaku kecuali Indonesia. Kami sudah dibilang super power tapi kenyataannya enggak, karena tidak ada upaya paksa. Beberapa negara tidak punya kekutaan memutus tapi mereka punya upaya paksa sehingga penyeledikan dan pemeriksaan jadi efektif,” jelas Kurnia, Selasa (7/7).

Selain itu, Kurnia juga meminta agar pemerintah bersama DPR RI memperjelas status kepegawaian KPPU. “UU ini lahir saat krisis sekarang sudah tidak pas lagi dulu semuanya memang independent sehingga sekarang status kepegawaian KPPU jadi tidak jelas,” tambah Kurnia.

Di sisi lain, dia juga mengingatkan agar Revisi UU 5/1999 tersebut juga mempertimbangkan kepentingan pelaku usaha. Dia menyarankan agar sanksi denda pelaku usaha tidak melebihi 10 persen dari nilai penjulan. Menurutnya, sanksi denda 25 persen yang dimasukan dalam rancangan Revisi UU 5/1999 sangat memberatkan pelaku usaha.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait