Memastikan Industri Jalan, Tenaga Kerja Aman
Kolom

Memastikan Industri Jalan, Tenaga Kerja Aman

Untuk memastikan aktivitas usaha tetap berjalan, beberapa kebijakan mitigasi telah ditempuh pemerintah.

Bacaan 2 Menit
Memastikan Industri Jalan, Tenaga Kerja Aman
Hukumonline

Dampak pandemi Covid-19 bagi pekerja Indonesia, cukup memprihatinkan. Hingga akhir Mei Kementerian Ketenagakerjaan RI mencatat, sedikitnya tiga juta pekerja, baik sektor formal maupun informal terdampak pandemi. Dampak yang dirasakan beragam, mulai dari penurunan dan hilangnya job order pada sektor informal, atau pengurangan jam kerja, dirumahkan, sampai di-PHK pada sektor pekerja formal. Pekerja Migran Indonesia juga terdampak. Mereka harus dipulangkan dari negara penempatan.

Pertengahan Mei lalu, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merilis hasil survei yang menguatkan data Kementerian Ketenagakerjaan. Survei ILO menyebut, dua dari tiga perusahaan yang di survei di Indonesia mengaku telah menghentikan operasional perusahaan, baik sementara maupun permanen. Survei ini melibatkan 571 perusahaan.

Survei ILO juga menunjukkan, lebih dari seperempat perusahaan mengaku pendapatannya berkurang hingga 50 persen. Sebanyak 90 persen perusahaan mengalami masalah keuangan, dan butuh dukungan mendesak dari pemerintah guna menjaga arus kas perusahaan. Tak hanya itu, 63 persen perusahaan yang disurvei mengaku terpaksa mengurangi jumlah pekerja.

Pandemi juga telah mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global, maupun nasional. Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal pertama 2020 hanya tumbuh sebesar 2,97 persen dan diperkirakan pada kuartal II akan tumbuh minus 3,1 persen. Secara umum, pemerintah sendiri mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi dari semula optimis pada angka 5,3 persen (sebelum pandemi), menjadi minus 0,4 persen (skenario sangat berat) dan maksimal satu persen (skenario berat).

Beberapa lembaga internasional juga mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020, dari yang sebelumnya diproyeksikan tumbuh positif, terpaksa menjadi negatif karena terpaan pandemi. IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini minus 0,3 persen, Moody’s memprediksi minus 0,8 persen, ADB memperkirakan minus 1 persen, World Bank 0 persen, dan OECD memprediksi minus 2,8 persen sampai minus 3,9 persen. Sudah barang tentu, koreksi pertumbuhan ekonomi berdampak pada prediksi angka pengangguran yang bertambah di kisaran 7,33 persen hingga 9,02 persen atau setara dengan 2,92 juta orang5,23 juta orang.

Ada dua hal penting yang menjadi prioritas pemerintah dalam upaya keluar dari dampak pandemi. Pertama, upaya terkait medis dalam menanggulangi dan memutus rantai penularan virus. Kedua, upaya terkait pemulihan dampak ekonomi. Jika pada awal-awal masa pandemi prioritas penanganan lebih kepada aspek kesehatan, penanganan pandemi saat ini, di mana pandemi sudah berlangsung empat bulan, kedua upaya tersebut harus dijalankan bersamaan.

Upaya medis dan ekonomi, tidaklah seperti menjawab mana yang lebih didahulukan antara telur dan ayam. Tapi harus berbarengan, menjadi satu paket kesatuan. Kegagalan penanganan medis akan berdampak pada tingginya kurva penderita yang terpapar virus. Tingginya jumlah penderita memaksa pada penerapan protokol kesehatan, yang suka tidak suka akan membatasi mobilitas masyarakat. Pembatasan mobilitas pada gilirannya akan berdampak pada menurunnya aktivitas ekonomi. Sebaliknya, upaya pelonggaran aktivitas perekonomian tanpa mempertimbangkan protokol kesehatan, juga berpotensi menaikkan jumlah penderita baru.

Tags:

Berita Terkait