Mekanisme E-Voting Bisa Jadi Altenatif Saat Hadapi Pandemi
RUU Pemilu:

Mekanisme E-Voting Bisa Jadi Altenatif Saat Hadapi Pandemi

Dalam situasi pandemi Covid-19, DPR dan pemerintah harus mendorong bagaimana e-voting itu bisa diwujudkan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS

Dosen Komunikasi Politik Universitas Mercubuana Heri Budianto mengatakan sejumlah isu yang selama ini ramai menjadi perdebatan dalam revisi UU Pemilu antara lain ambang batas parlemen dan pencalonan Presiden. Namun, tahun ini ada hal lain yang perlu menjadi perhatian penting pemangku kepentingan dalam membahas revisi UU Pemilu yakni pandemi Covid-19.

“Situasi pandemi ini juga menjadi isu besar dan harus menjadi catatan bukan hanya pertarungan parliamentary threshold dan presidential threshold,” kata Heri dalam diskusi daring di Jakarta, Selasa (7/7/2020). (Baca Juga: Revisi UU Pemilu Diharapkan Mampu ‘Cetak’ Pemimpin Berkualitas)

Heri menilai KPU tidak punya acuan dalam penyelenggaraan pemilu dan pilkada di masa pandemi. Selain itu, belum ada negara lain yang bisa dijadikan rujukan dalam menyelenggarakan pemilu pada masa pandemi. Bagi Heri, bencana pandemi Covid-19 ini harus menjadi perhatian tak hanya jangka pendek untuk saat ini, tetapi proyek rutin lima tahunan yang merupakan jangka panjang.

Dia mengingatkan dalam penyelenggara Pemilu 2019 tak sedikit yang meninggal diduga karena kelelahan. Hal ini harus menjadi perhatian DPR dan pemerintah dalam membahas revisi UU Pemilu yakni bagaimana penyelenggaraan pemilu dalam situasi sulit. Pandemi Covid-19 ini bisa dimanfaatkan sebagai momentum mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam penyelenggaraan pemilu, misalnya pemungutan suara secara elektronik (e-voting).

“Dalam situasi pandemi Covid-19, DPR dan pemerintah harus mendorong bagaimana e-voting itu bisa diwujudkan. Teknologi bisa digunakan untuk memudahkan, menyederhanakan pelaksanaan pemilu kita,” usul Heri.

Memperbaiki proses pemilu

Anggota Komisi II DPR Yanuar Prihatin menilai salah satu persoalan penyelenggaraan pemilu yakni mekanisme pemilihan manual yang hasilnya baru dapat diketahui secara nasional setelah beberapa waktu kemudian hingga bulanan. Hal ini dapat memunculkan celah. “Sistem pencoblosan manual itu memberi efek bisa terjadinya ‘masuk angin’ yang terlalu sering terjadi di lapangan,” ujar Politisi PKB itu.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mengatakan UU Pemilu memang kerap direvisi dalam setiap periode guna mengakomodir perkembangan untuk memperbaiki proses pemilu. Misalnya, putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019 yang intinya MK memberikan 6 model pemilu serentak.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait