Praktisi Hukum dan Bankir Harapkan Restrukturisasi Utang Jadi “Obat” Covid-19
Utama

Praktisi Hukum dan Bankir Harapkan Restrukturisasi Utang Jadi “Obat” Covid-19

Restrukturisasi utang diharapkan membantu pelaku usaha terdampak Covid-19 sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang tersebut.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
ILUNI FHUI dan ILUNI FEB UI menggelar webinar bertema Restrukturisasi di Tengah Pandemi, Tantangan Bagi Dunia Usaha, Kamis (9/7). Foto: RES
ILUNI FHUI dan ILUNI FEB UI menggelar webinar bertema Restrukturisasi di Tengah Pandemi, Tantangan Bagi Dunia Usaha, Kamis (9/7). Foto: RES

Dampak pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) memukul telak perekonomian nasional pada berbagai lapisan, khususnya dunia usaha. Berbeda dibandingkan krisis-krisis sebelumnya, sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan segmen paling terdampak atas pandemi Covid-19. Tidak hanya UMKM, sektor korporasi juga terkena dampak signifikan atas pandemi ini.

Kondisi ini tentunya memiliki efek domino bagi industri lain, termasuk industri jasa keuangan seperti perbankan dan perusahaan pembiayaan. Sebab, perbankan dan perusahaan pembiayaan merupakan salah satu sumber pendanaan kegiatan usaha. Pandemi Covid-19 yang menyebabkan terhentinya kegiatan usaha masyarakat menyebabkan risiko gagal bayar atau kredit macet (non-performing loan) pada industri jasa keuangan tersebut.

Sebagai salah satu cara antisipasi menghindari tingginya kredit macet tersebut terdapat kebijakan restrukturisasi utang bagi pelaku usaha sebagai debitur. Ketentuan restrukturisasi utang tersebut tercantum pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Dalam aturan tersebut terdapat persyaratan debitur yang dapat mengajukan restrukturisasi utang.

Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) dan notaris, Ashoya Ratam, mengatakan program restrukturisasi ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha terdampak Covid-19 sehingga tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang tersebut. Dia menjelaskan sebagian besar sektor usaha mengalami imbas pandemi ini. Alhasil, pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan terjadi sehingga efek krisis tidak hanya terjadi pada perusahaan melainkan masyarakat secara individu.

Menurutnya, kerja sama antara sektor riil dan jasa keuangan merupakan salah satu upaya menyelamatkan masyarakat akibat pandemi Covid-19 jauh lebih parah. Dia mengharapkan program restrukturisasi utang yang berlaku sampai Maret 2021 membantu pelaku usaha dan masyarakat agar bertahan menghadapi krisis Covid-19. (Baca: OJK Berharap Stimulus Jasa Keuangan Tak Timbulkan Moral Hazard)

“Jadwal sampai Maret 2021 terkait angsuran akan sangat membantu dan otomatis mendorong ekonomi. Sekarang ini sudah masuk sense of crisis sehingga menjadi bagian tanggung jawab bersama. Walaupun kontribusi sangat kecil tapi untuk kepentingan nasional harus dikerjakan bersama,” jelas Ashoya dalam diskusi online “Restrukturisasi Kredit Korporasi/Konsumer”, Kamis (9/7).

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dan Ketua Iluni Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI (FEB UI), Destry Damayanti mengatakan sekitar 50 persen kredit perbankan disalurkan kepada korporasi. Sehingga, penyelematan korporasi melalui skema restrukturisasi dapat membantu dunia usaha bertahan hadapi krisis Covid-19.

Tags:

Berita Terkait