Respons KPK Atas Terbitnya Perpres Baru Kartu Prakerja
Berita

Respons KPK Atas Terbitnya Perpres Baru Kartu Prakerja

Ada beberapa perubahan dalam Perpres 76 ini, selain tambahan bab, bagi mereka yang tidak berhak tapi telah menerima akan diminta ganti rugi atau ada ancaman pidana.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan respons terkait ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Potensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Lembaga antirasuah ini berharap Perpres Kartu Prakerja baru diperbaiki sesuai dengan rekomendasi yang diberikan beberapa waktu lalu sebelum kembali dijalankan.

Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, dalam kajian yang telah dipaparkan dan disampaikan kepada Menko Perekonomian, KPK menemukan permasalahan terkait empat aspek dalam tata laksana program yang perlu diperbaiki sebelum melanjutkan program, yaitu meliputi proses pendaftaran, kemitraan dengan platform digital, materi pelatihan, dan pelaksanaan program.

“Permasalahan tersebut salah satunya disebabkan karena desain program Kartu Prakerja disusun untuk kondisi normal sesuai Perpres No. 36 Tahun 2020. Namun, dalam situasi pandemi Covid-19, program ini kemudian diubah menjadi semi-bantuan sosial. Sehingga, dari sisi regulasi perlu disesuaikan,” kata Ipi dalam keterangan tertulisnya. (Baca: Awal Mula Terbitnya Kajian Kartu Prakerja Oleh KPK)

Ipi melanjutkan, secara umum Perpres yang diterbitkan telah memasukkan mayoritas poin-poin rekomendasi KPK. Namun demikian, saat ini sedang dilakukan pembahasan Permenko baru di mana KPK terlibat memberikan masukan terhadap draft Permenko tersebut dan berharap teknis implementasi rekomendasi KPK akan tertuang dalam Permenko.

Sebelumnya, terkait permasalahan pada empat aspek tata laksana program kartu pra kerja, KPK merekomendasikan sejumlah hal. Di antaranya agar menghentikan sementara program kartu prakerja gelombang ke-4 sambil dilakukan evaluasi atas gelombang sebelumnya dan perbaikan untuk kelanjutan program. Kemudian mengembalikan implementasi program ke Kementerian yang relevan yaitu Kemenaker mengingat infrastruktur yang sudah tersedia di sana.

Rekomendasi tersebut juga disertai sejumlah rekomendasi teknis untuk memperbaiki permasalahan yang ditemukan dalam empat aspek tata laksana program. Pertama penerimaan peserta dilakukan dengan metode pasif di mana peserta yang disasar pada whitelist, tidak perlu mendaftar daring melainkan akan dihubungi manajemen pelaksana untuk kemudian ikut program.

Kedua penggunaan NIK sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang tidak efisien dari sisi anggaran. Ketiga komite agar meminta legal opinion ke JAMDATUN-Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan delapan platform digital ini apakah termasuk dalam cakupan PBJ pemerintah.

Tags:

Berita Terkait