4 Catatan ICW Terkait Revisi Perpres Kartu Prakerja
Berita

4 Catatan ICW Terkait Revisi Perpres Kartu Prakerja

Pemerintah mengklaim Perpres 76/2020 telah mengikuti rekomendasi, masukan, dan catatan perbaikan dari KPK, Kejaksaan Agung, BPKP, serta LKPP. ICW melihat ada empat persoalan baru yang muncul dari terbitnya Perpres tersebut.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Foto: Kemenko Perekonomian
Foto: Kemenko Perekonomian

Pemerintah merevisi tata kelola Program Kartu Prakerja dengan menerbitkan Perpres No.76 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 7 Juli 2020 ini mengatur beberapa perubahan ketentuan yang sebelumnya ada dalam Perpres No.36 Tahun 2020.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi terbitnya Perpres No.76 Tahun 2020 tersebut. Dalam catatan ICW, Program Kartu prakerja yang diluncurkan oleh pemerintah pada 11 April 2020, telah menuai banyak kritik dari masyarakat. Mulai dari munculnya potensi konflik kepentingan, tidak tepatnya sasaran penerima manfaat, adanya dugaan maladministrasi, hingga adanya potensi kerugian negara yang terjadi berdasarkan kajian dari KPK.

Dalam siaran pers yang dikutip hukumonline, Selasa (14/7), ICW terdapat 4 persoalan baru yang muncul dari terbitnya Perpres 76/2020. Pertama, Presiden Joko Widodo bersikap sewenang-wenang dengan memberikan impunitas kepada Komite Cipta Kerja dan Manajemen Pelaksana melalui Pasal 31B Perpres 76/2020.

Dalam laporan dugaan maladministrasi yang telah ICW sampaikan kepada Ombudsman Republik Indonesia pada tanggal 2 Juni 2020 lalu, salah satu hal yang menjadi permasalahan yakni dilakukannya perjanjian kerja sama sebelum terbitnya aturan teknis yakni Peraturan Menteri Perekonomian No.3 Tahun 2020.

Selain itu, Presiden Joko Widodo menormalisasi praktik konflik kepentingan yang dilakukan oleh Platform Digital melalui Pasal 31 B ayat (1) dan Pasal 31B ayat (2) huruf c. Berdasarkan temuan dari KPK, 5 dari 8 Platform Digital memiliki konflik kepentingan karena sekaligus bertindak sebagai lembaga pelatihan. “Hal ini menandakan bahwa Presiden Joko Widodo tidak mementingkan aspek integritas dalam pembuatan kebijakan,” tulis siaran pers ICW.

Kedua, Pemerintah tidak memiliki konsep yang jelas mengenai program kartu prakerja, sehingga menimbulkan inkonsistensi dan kerancuan. Dalam Rencana Berdasarkan dokumen RPJMN 2020-2024, program kartu prakerja menjadi strategi untuk meningkatkan sumber daya manusia. Namun, Pasal 12A ayat (1), disebutkan bahwa pelaksanaan program kartu prakerja sebagai bentuk bantuan sosial dalam masa pandemi Covid-19. (Baca: Respons KPK Atas Terbitnya Perpres Baru Kartu Prakerja)

“Pencantuman klausul ini patut diduga hanya untuk menjustifikasi skema penanggulangan kartu prakerja sebagai mekanisme bantuan sosial sehingga tidak perlu menerapkan mekanisme tender untuk memilih mitra platform,” tulis pernyataam ICW.

Tags:

Berita Terkait