Mengenal Ragam Regulasi Jenis-jenis Fintech
Utama

Mengenal Ragam Regulasi Jenis-jenis Fintech

Pemanfaatan fintech memudahkan masyarakat dalam bertransaksi namun terdapat risiko yang harus diwaspadai seperti kebocoran data pribadi, penagihan intimidatif hingga predatory lending.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Acara webinar ulang tahun Hukumonline ke-20 bertema Perkembangan Fintech di Indonesia dan Manfaatnya bagi Pelaku Usaha, Selasa (14/7). Foto: RES
Acara webinar ulang tahun Hukumonline ke-20 bertema Perkembangan Fintech di Indonesia dan Manfaatnya bagi Pelaku Usaha, Selasa (14/7). Foto: RES

Pengguna layanan financial technology (fintech) pada masyarakat sudah berkembang pesat. Terdapat jenis-jenis layanan fintech yang populer digunakan seperti peer to peer lending (pinjaman online), layanan urun dana (crowdfunding) dan uang elektronik. Kehadiran fintech dianggap memudahkan masyarakat dalam bertransaksi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bertransaksi.

Penting bagi para pihak mengetahui regulasi-regulasi mengenai fintech tersebut. Tidak hanya pelaku usaha, masyarakat sebagai pengguna layanan atau konsumen juga harus memahami aturan-aturan pada industri ini sehingga tidak dirugikan saat menggunakannya.

Founding Partner Harvardy, Marieta & Mauren Attorneys at Law, Sylvia Mauren menjelaskan terdapat pengaturan yang berbeda-beda pada jenis layanan fintech. Beberapa produk fintech yang sudah banyak berkembang di Indonesia saat ini dan sudah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI atau Peer-to-Peer Lending), Inovasi Keuangan Digital (IKD), dan yang sedang mulai untuk dikembangkan adalah Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (equity crowdfunding).

Berdasarkan paparannya dalam acara webinar ulang tahun Hukumonline ke-20 bertema “Perkembangan Fintech di Indonesia dan Manfaatnya bagi Pelaku Usaha”, Selasa (14/7), Sylvia merinci regulasi-regulasi layanan fintech sesuai jenisnya. Regulasi fintech p2p mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.77/ 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi. Lalu, ada juga Surat Edaran (SE) OJK No.18/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Kemudian, IKD mengacu pada POJK No.13/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan. Sebagai aturan turunannya, OJK juga menerbitkan SE No.20/2019 tentang Mekanisme Pencatatan Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital, SE No.21/2019 tentang Regulatory Sandbox dan SE No.22/2019 tentang Penunjukan Asosiasi Penyelenggara Inovasi Keuangan Digital. (Baca: Menanti Undang-undang Khusus Fintech Demi Melindungi Konsumen)

Sedangkan, layanan equity crowdfunding mengacu pada POJK No.37/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding). Equity crowdfunding adalah penyelenggaraan layanan penawaran saham yang dilakukan oleh penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka. Singkatnya, praktik bisnis ini sama dengan saat perusahaan sedang mencari pendanaan publik melalui penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Selain regulasi-regulasi tersebut, terdapat perundang-undangan lain yang harus dipatuhi antara lain UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU No.19 Tahun 2016, PP No.71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, POJK No.18 Tahun 2018 tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan dan Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab–Asosiasi FinTech Pendanaan Bersama Indonesia (Code of Conduct).

Tags:

Berita Terkait