UU MLA Indonesia-Swiss Perkuat Instrumen Pemberantasan Korupsi
Berita

UU MLA Indonesia-Swiss Perkuat Instrumen Pemberantasan Korupsi

UU UU Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss berlaku asas retroaktif. Pemerintah membentuk tim institusi penegak hukum dan lembaga terkait untuk melacak aset.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES

Pemerintah dan DPR mengesahkan UU Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss atau Mutual Legal Asistance (UU MLA) in Criminal Matter antara Indonesia dengan Swiss dalam sidang paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/7/2020).

“UU ini dapat memperkuat agenda pemberantasan korupsi (dalam hal perampasan aset, red),” ujar Ketua DPR Puan Maharani di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (24/7/2020) kemarin.

Puan menegaskan keberadaan UU tersebut menjadi tambahan amunisi dalam memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya untuk mengejar aset-aset terpidana kasus tindak pidana korupsi dan hasil tindak pidana pencucian uang yang berada/tersimpan di Swiss. Dengan begitu, pengembalian aset hasil tindak pidana itu dapat dirampas dan dibawa ke Indonesia.

Baginya, melalui MLA dalam UU tentang Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana dengan Pemerintah Swiss menguntungkan pemerintah Indonesia. Nantinya, aparat penegak hukum dapat meminta bantuan pemerintah Swiss untuk mengejar aset pelaku tindak pidana korupsi yang warga negara Indonesia (WNI) yang tersimpan di negara tersebut.

“Terhadap kejahatan tindak pidana perpajakan pun dapat diatasi dengan UU ini, sehingga ke depan tak lagi perlu pengampunan pajak,” kata dia.

UU ini memuat 39 pasal. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang mekanisme bantuan hukum terkait pelacakan, pembekuan, membantu menghadirkan saksi. Kemudian meminta dokumen, rekaman dan bukti, penanganan benda dan aset bertujuan penyitaan maupun pengembalian aset. Begitupula mengatur penyediaan informasi berkaitan dengan tindak pidana.

Bahkan sampai mencari keberadaan seseorang dan lokasi aset-asetnya yang diduga hasil tindak pidana. Termasuk pula memeriksa situs internet yang berkaitan dengan orang tersebut. “Hingga menyediakan bantuan lain, sesuai dengan perjanjian yang tidak berlawanan dengan hukum di negara yang diminta bantuan,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait