Draf Perpres Pelibatan TNI Tangkal Terorisme Diusulkan Memuat 7 Prinsip Ini
Utama

Draf Perpres Pelibatan TNI Tangkal Terorisme Diusulkan Memuat 7 Prinsip Ini

Karena potensi menimbulkan konflik kewenangan antara TNI dengan lembaga lain, Komnas HAM mengusulkan kepada pemerintah dan DPR untuk mencabut draf Perpres itu dan membentuk UU Perbantuan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
 Aparat TNI saat ikut turun tangan menangani teror ledakan di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta. Foto: RES
Aparat TNI saat ikut turun tangan menangani teror ledakan di kawasan Sarinah, Thamrin, Jakarta. Foto: RES

Direktur Imparsial Al Araf mengatakan pemerintah telah menyerahkan draft Perpres tentang Pelibatan TNI dalam menangani terorisme ke DPR untuk melakukan konsultasi. Ada indikasi pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan akan segera membahas draft Perpres itu bersama DPR.

Sejak awal, Al mengingatkan pelibatan TNI dalam menangani terorisme seharusnya mengacu pada Pasal 7 UU No.34 Tahun 2004. Ketentuan itu mengatur fungsi mengatasi terorisme masuk dalam tugas pokok TNI yakni operasi militer selain perang (OMSP). Untuk melaksanakan OMSP harus berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

“Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme dapat dilakukan melalui mekanisme OMSP sebagaimana amanat Pasal 7 UU No.34 Tahun 2004. Jadi, tidak tepat jika diturunkan dalam bentuk Perpres,” kata Al Araf dalam diskusi secara daring, Rabu (15/7/2020). (Baca Juga: Akhiri Polemik Pelibatan TNI Tangani Terorisme, Ketentuan Ini Perlu Dicabut)

Sayangnya, Pasal 43I ayat (3) UU No.5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU mengatur berbeda. Menurut pasal itu pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme diatur dengan Perpres. Menurut Al, ketentuan ini yang menimbulkan polemik.

Al menilai UU No.5 Tahun 2018 menggunakan pendekatan sistem peradilan pidana yang menempatkan terorisme sebagai kejahatan. Pendekatan ini mengedepankan aparat penegak hukum sebagai garda terdepan dalam melakukan strategi kontra terorisme yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Dia mengkritik draft Perpres ini mengatur pelibatan TNI hanya atas dasar perintah Presiden sebagaimana diatur dalam Perpres. Hal ini bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) dan (3) UU No.34 Tahun 2004 yakni melalui keputusan politik negara. Selain itu, draf Perpres ini membuka ruang untuk alokasi anggaran yang bersumber di luar APBN, seperti APBD dan anggaran lain. Hal ini bertentangan dengan UU No3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No.34 Tahun 2004.

Istilah penangkalan yang digunakan draft Perpres, menurut Al tidak sesuai dengan UU No.5 Tahun 2018 yang menggunakan istilah pencegahan yang dilakukan BNPT, bukan TNI. Pemberian fungsi yang luas terhadap penangkalan, (operasi intelijen, teritorial, informasi, dan operasi lainnya), penindakan, dan pemulihan akan mengganggu sistem penegakan hukum dan mengancam HAM. Kemudian tidak ada akuntabilitas yang jelas dalam operasi yang dilakukan.

Tags:

Berita Terkait