Plus-Minus Sistem Persidangan E-Litigasi
Utama

Plus-Minus Sistem Persidangan E-Litigasi

Diharapkan sistem e-litigasi ini aspek transparansi dan akuntabilitas tetap terjaga dalam perkara perdata, agama, TUN.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Sejumlah narasumber Webinar 20 Tahun Hukumonline bertema 'Evaluasi Pelaksanaan E-Court dan E-Litigasi: Hambatan dan Harapan', Jumat (17/7). Foto: RES
Sejumlah narasumber Webinar 20 Tahun Hukumonline bertema 'Evaluasi Pelaksanaan E-Court dan E-Litigasi: Hambatan dan Harapan', Jumat (17/7). Foto: RES

Persidangan e-litigasi (online) sudah berlaku di seluruh pengadilan negeri, agama, dan PTUN sejak 2 Januari 2020 sebagai implementasi Perma No. 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik. Berlakunya e-litigasi ini melengkapi berlakunya e-court (administrasi perkara online) sesuai Perma No. 3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik pada 13 Juli 2018.    

Sejak Juli 2018 hingga Juni 2020, MA mencatat ada sekitar 33.840 advokat terdaftar dalam sistem e-court dan e-litigasi, tapi jumlah advokat terverifikasi atau telah melalui proses pengecekan sejumlah persyaratan sebanyak 31.465 advokat sebagai pengguna resmi sistem e-court dan e-litigasi di 30 Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia. Sedangkan jumlah perkaranya hingga Juni 2020 tercatat sebanyak 18.935 perkara elektronik.

Dengan begitu, sistem peradilan elektronik untuk perkara perdata, agama, tata usaha negara ini sudah berjalan selama 2 tahun ini. Selain memberi manfaat baik MA dan peradilan di bawahnya ataupun pencari keadilan yang diwakili advokat, sistem e-court dan e-litigasi praktiknya masih menemui kendala/hambatan baik sisi regulasi maupun infrastruktur/sarana prasana pendukung.    

Hakim Agung Syamsul Maarif memaparkan manfaat persidangan elektronik ini yakni memotong interaksi fisik dalam pelayanan publik; pengelolaan perkara lebih transparan dan akuntabel; memotong waktu dan biaya persidangan secara signifikan dengan menghapus sidang fisik untuk pertukaran dokumen; memungkinkan penghematan penggunaan kertas secara siginifikan.

Lalu, memungkinkan dilakukan sidang jarak jauh menggunakan fasilitas teknologi informasi (pembuktian), red) sesuai ketersediaan fasilitas dan infrastruktur; penggunaan register elektronik pengadilan; dan eliminasi register konvensional untuk efisiensi, efektivitas, dan transparansi; penyederhanaan salinan putusan dengan penggunaan salinan elektronik.   

“Termasuk mendorong pendataan advokat secara terintegrasi,” ujar Syamsul saat berbicara dalam Webinar 20 Tahun Hukumonline bertema “Evaluasi Pelaksanaan E-Court dan E-Litigasi: Hambatan dan Harapan", Jum’at (17/7/2020). 

Dia mengakui implementasi persidangan elektronik ini masih bertahap sesuai kapasitas substansi Perma sebagai solusi reformasi hukum acara yang tersedia. Faktanya, masih banyak pemangku kepentingan yang tak paham operasionalisasi Perma No. 1 Tahun 2019. Secara umum proses administrasi perkara masih menggunakan sistem konvensional dengan penyesuaian sistem elektronik.

Tags:

Berita Terkait