Dinilai Diskriminatif, Perubahan UU Minerba ‘Digugat’
Berita

Dinilai Diskriminatif, Perubahan UU Minerba ‘Digugat’

Pemohon meminta Mahkamah agar Pasal 169A Perubahan UU Minerba dinyatakan bertentangan dengan bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2), Pasal 27, Pasal 33 ayat (2), (3) UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES

Belum lama ini, DPR bersama Pemerintah telah menyetujui RUU tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi UU. Lalu, Presiden menandatanganinya pada 10 Juni 2020 dan langsung diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM dalam lembaran negara menjadi UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Perubahan UU Minerba).

Pengesahan Perubahan UU Minerba ini melalui pembahasan kilat Komisi VII DPR ini memunculkan spekulasi banyak pihak adanya invisible hand yang “bermain” dalam penyusunan UU ini. Tak heran, beleid ini kembali dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Konsultan Hukum Pertambangan Helvis dan Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Muhammad Kholid Syeirazi melayangkan uji materi Pasal 169A UU ini.

Para pemohon menilai Pasal 169A UU ini memberi kewenangan terlampau luas kepada Menteri untuk memberi jaminan perpanjangan menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada pemegang kontrak karya (KK) dan PKP2B tanpa mengikutsertakan pemerintah daerah sebagai pihak yang secara langsung berdampak dari keberadaan kegiatan yang tertuang dalam KK dan PKP2B. Hal ini tidak menunjukan relasi yang seimbang antara pemerintah pusat dan daerah.  

Pemohon I, Helvis sebagai advokat dan konsultan pertambangan merasa dirugikan dengan adanya mekanisme yang dikhususkan bagi badan-badan usaha pertambangan yang masih berbentuk kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Hal ini tentunya mengakibatkan tidak dimungkinkan badan usaha pertambangan lain untuk mendapat kesempatan yang sama di wilayah yang sudah dimiliki badan-badan usaha yang memiliki (mengantongi) KK dan PKP2B, sehingga berpotensi secara pasti dirugikan oleh ketentuan pasal ini saat menjadi konsultan pertambangan.

Pemohon II, Muhammad Kholid Syeirazi selaku Sekretaris Umum ISNU memiliki tanggung jawab menjalankan visi dan misi ISNU mengawal kebijakan negara, dimana pemohon juga memiliki concern terhadap tata Kelola pertambangan mineral dan batubara Indonesia dalam karya tulisannya berbentuk buku yang dilampirkan dalam bukti permohonan ini.

Salah satu kuasa hukum para pemohon, Viktor Santoso Tandiansa menilai dalam konteks pengelolaan tambang, Perubahan UU Minerba ini seharusnya memberi ruang yang cukup bagi keterlibatan BUMN, BUMD, dan pemerintah daerah dalam proses usaha pertambangan sebagai pengejawantahan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD Tahun 1945.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait