Digital Banking Perlu Didukung Modal dan Sistem Keamanan yang Kuat
Berita

Digital Banking Perlu Didukung Modal dan Sistem Keamanan yang Kuat

Dalam hal keamanan layanan digital, bank harus cerdas melihat apabila ada pelanggaran atau masalah yang terjadi. Bila masalah tersebut bukan karena kesalahan dari nasabah selaku pengguna jasa atau user, maka bank harus berani bertanggung jawab.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya penguatan modal perbankan untuk bisa mengembangkan layanan perbankan digital (digital banking) agar bisa memenuhi kebutuhan nasabah, terutama kaum milenial.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan saat ini industri perbankan dituntut untuk dapat terus mengembangkan teknologi informasi untuk menciptakan kemudahan dalam bertransaksi. Namun, layanan yang mudah tersebut tentu ada harganya.

"Nah, di samping mengembangkan teknologi informasinya, yang paling penting adalah bank-bank kita harus melakukan penguatan permodalan. Kenapa? Karena tanpa penguatan permodalan, kita tidak bisa mengembangkan digital banking. Kalau kita tidak bisa mengembangkan digital banking, ya pasti akan ditinggalkan oleh nasabahnya," ujar Heru seperti dikutip Antara, Kamis (23/7).

Heru menuturkan nasabah-nasabah milenial pasti akan lebih nyaman melakukan transaksi secara digital melalui ponsel pintar dibandingkan mendatangi kantor bank. Bank pun dinilai tidak boleh abai dan masih beranggapan bahwa nasabahnya akan loyal dan akan tetap datang ke bank walaupun tidak memiliki layanan digital.

"Ini zaman dulu. Sekarang orang loyalnya hanya dengan smartphone. Percaya sama saya, nasabah tidak akan loyal lagi. Kita diminta jauh-jauh datang ngantre, belum nanti kalau petugas banknya lagi capek berhenti dulu, itu tidak ada yang mau kayak gitu. Maunya cepat, maunya aman," kata Heru.

Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Supriyatno sepakat dengan Heru bahwa permodalan memang sangat penting dalam mengembangkan digital banking, namun kemampuan dari bank pembangunan daerah (BPD) tidak sama. (Baca: Kebocoran Data di Luar Negeri Jadi Kendala Penegakan Hukum)

"Bank BUKU I dan II apa yang harus mereka lakukan, di satu sisi kecepatan perubahan transformasi digital begitu cepatnya, sehingga tidak ada lagi kita bicara loyalty customer, sekarang kita harus lari dan di samping permodalan, ada capacity human capital. Bagaimana pemain daerah seperti kami yang juga dibebani kewajiban-kewajiban pemda untuk mengatasi permasalahan semacam ini," ujar Supriyatno.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait