Kebijakan Restrukturisasi Sejumlah Bank Dinilai Tak Optimal
Berita

Kebijakan Restrukturisasi Sejumlah Bank Dinilai Tak Optimal

​​​​​​​Akibatnya rasio NPL naik menjadi 3,1 persen dari sebelumnya sekitar 2,8-2,9 persen.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Kebijakan Restrukturisasi Sejumlah Bank Dinilai Tak Optimal
Hukumonline

Pandemi Covid-19 yang menerpa Indonesia terus menggerus pondasi perekonomian. Bahkan, pandemi menyebabkan rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) mulai mengalami kenaikan menjadi 3,1 persen dari sebelumnya yang hanya sekitar 2,8-2,9 persen.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso menjelaskan, penyebab NPL mulai naik karena adanya beberapa perbankan yang tidak 100 persen mengoptimalkan kebijakan restrukturisasi. “Direstrukturisasi iya, tapi cadangan penghapusan tetap dibuat. Ada beberapa bank yang begitu sehingga NPL-nya naik,” katanya sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (23/7).

Meski demikian, lanjut Wimboh, hal tersebut tidak masalah karena pihaknya tak hanya mengamati angka NPL berdasarkan restrukturisasi tapi juga NPL yang tidak berdasarkan restrukturisasi. “Tidak ada masalah. Kita mempunyai dua angka yaitu angka NPL yang berdasarkan restrukturisasi dan NPL yang tidak berdasarkan restrukturisasi,” tegasnya.

Di sisi lain, OJK juga memprediksikan penyaluran kredit perbankan masih akan tertekan pada Juni 2020 karena aktivitas perekonomian belum pulih secara maksimal. “Kalau kita lihat Juni pasti turun, karena ini aktivitas ekonominya masih belum begitu bergerak dan baru mulai pada Juli,” kata Wimboh.


Ia menjelaskan, pertumbuhan kredit perbankan untuk Mei 2020 hanya sebesar 3,04 persen (yoy) atau melambat dibandingkan bulan sebelumnya yakni 5,73 persen (yoy). “Pertumbuhan kredit (Mei 2020) itu sudah turun hanya menjadi sekitar 3 persen di mana akhir tahun kemarin 6 persen,” ujar Wimboh.

Menurut dia, pertumbuhan kredit perbankan baru akan mengalami perbaikan pada Juli 2020 seiring dengan aktivitas masyarakat yang semakin kembali ke normal. Oleh sebab itu Wimboh pun memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan hingga akhir tahun ini akan berada di level sekitar 3-4 persen.(Baca: Perbankan Awasi ‘Penumpang Gelap’ dalam Restrukturisasi Utang)

Tak hanya itu Wimboh berharap melalui upaya pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi maka pertumbuhan kredit juga akan kembali normal pada tahun depan. “Angka untuk Juli kelihatannya sudah mulai naik dan kita harapkan pada 2021 akan lebih back to normal,” katanya.

Sebelumnya, mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menyatakan sektor jasa keuangan diprediksi tetap bertahan meskipun beberapa bulan belakangan dihantam pandemi Covid-19. "Pertumbuhan kredit ditaksir hanya mampu 3 persen kurang lebihnya. Tetapi jangan khawatir, jaring pengaman kita bagus," katanya.

Dikatakannya, posisi Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal perbankan era pandemi di level 22 persen danNPL tiga persen lebih. Menurut Darmin, perbankan akan tetap cukup kuat meski indikator kredit kurang lebih tiga persen pertumbuhannya karena memang dunia dan Indonesia menghadapi wabah corona yang berdampak ke ekonomi termasuk perbankan.


Alasan perbankan cukup kuat, lanjut dia, karena pemerintah telah mengeluarkan Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangkai Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta diturunkan dengan kebijakan OJK yang memerintahkan perbankan dan jasa keuangan lainnya untuk merestrukturisasi kredit. "Diperkuat belum lama ini, LPS langsung boleh awasi dan urusi bank yang masuk pengawasan intensif," kata Darmin.

Genjot Perekonomian

Terpisah, Presiden Joko Widodo mengingatkan jika perekonomian pada kuartal III 2020 tidak meningkat, maka kondisi ekonomi pada kuartal selanjutnya berpotensi lebih sulit.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait