Mengenal Penerapan Indirect Evidence dalam Penanganan Kasus Kartel
Utama

Mengenal Penerapan Indirect Evidence dalam Penanganan Kasus Kartel

Penerapan bukti tidak langsung dapat membantu pemeriksaan pelanggaran persaingan usaha kartel. Namun sisi lain, penerapannya masih menimbulkan perdebatan.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES
Gedung KPPU di Jakarta. Foto: RES

Pemeriksaan perkara persaingan usaha mengakui dua jenis pembuktian yaitu langsung (direct evidence) dan tidak langsung (indirect evidence). Penerapan dua jenis bukti tersebut karena sulitnya mendapatkan bukti langsung seperti keterangan saksi, keterangan pelaku usaha dan surat atau dokumen yang membuktikan terjadinya pelanggaran persaingan usaha khususnya kartel. Sehingga, pemeriksa atau investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggunakan indirect evidence seperti bukti komunikasi dan bukti ekonomi yang mengindikasikan terjadinya pelanggaran persaingan usaha.

Penggunaan indirect evidence ini menimbulkan perdebatan dilihat dari kekuatan pembuktian terjadinya pelanggaran persaingan usaha. Lalu, apakah indirect evidence tersebut dapat berdiri sendiri atau digabungkan dengan bukti lain sebagai bukti telah terjadinya pelanggaran persaingan usaha khususnya kartel?

Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan alat-alat bukti dalam pemeriksaan perkara persaingan usaha terdapat lima jenis yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk dan keterangan pelaku usaha. Dalam UU 5/1999 belum menyatakan bukti komunikasi dan bukti ekonomi sebagai indirect evidence.

Namun, dalam Pasal 57 Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat memasukan bukti ekonomi dan bukti komunikasi kedalam kategori alat bukti petunjuk. Defenisi bukti ekonomi merupakan penggunaan dalil-dalil ilmu ekonomi yang ditunjang oleh metode analisis data kuantitatif dan atau kualitatif serta hasil analisis ahli, yang semuanya bertujuan untuk memperkuat dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Sedangkan bukti komunikasi merupakan pemanfaatan data dan atau dokumen yang menunjukkan adanya tukar menukar informasi antar pihak yang diduga melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (Baca: Mengintip Cara KPPU Bongkar Kasus Persaingan Usaha)

Komisioner KPPU Kodrat Wibowo menjelaskan pemeriksaan perkara kartel KPPU minimal memiliki dua alat bukti. Kemudian, penerapan pendekatan perkara tersebut berprinsip illegal per se dan rule of reason. Dia menceritakan saat persidangan para pelaku usaha dan pengacara sering memperdebatkan legalitas indirect evidence tersebut. Meski demikian, Kodrat menyampaikan indirect evidence dapat dijadikan alat bukti dalam persidangan karena karakteristik perkara persaingan usaha.

“Alat bukti tidak langsung ada dua bukti ekonomi dan komunikasi. Saya agak hati-hati bicara bukti komunikasi karena kadang-kadang bukti komunikasi tidak langsung menggambarkan substansi yang mereka (pelaku usaha) komunikasikan,” jelas Kodrat, Kamis (23/7).

Tags:

Berita Terkait