Kedudukan Pengadilan Pajak Dinilai Langgar Kemandirian Kekuasaan Kehakiman
Berita

Kedudukan Pengadilan Pajak Dinilai Langgar Kemandirian Kekuasaan Kehakiman

Karena kedudukan Pengadilan Pajak masih dua atap yakni di bawah MA dan Kementerian Keuangan. Pemohon diminta untuk mengelaborasi kerugian konstitusional atau potensi kerugian yang akan dialami.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Teguh Satya Bhakti (berbaju batik) didampingi kuasa hukumnya dalam sidang perdana pengujian UU Pengadilan Pajak. Foto: Humas MK
Teguh Satya Bhakti (berbaju batik) didampingi kuasa hukumnya dalam sidang perdana pengujian UU Pengadilan Pajak. Foto: Humas MK

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang pendahuluan uji materi frasa “Pembinaan teknis peradilan” dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 5 ayat (2), dan frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) di ruang sidang MK terkait kedudukan pengadilan pajak yang masih dua atap.    

Pemohonnya, Hakim Yustisial Kamar TUN pada Mahkamah Agung (MA) Teguh Satya Bhakti yang merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 5 UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak itu. Sebab, ketentuan itu hanya memberi pembinaan teknis kepada MA dan mengambil pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan menjadi kewenangan Pemerintah cq Kementerian Keuangan,

Hal ini telah nyata-nyata melanggar kemerdekaan/kemandirian kekuasaan kehakiman sebagaimana dijamin dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 baik secara institusional  Pengadilan Pajak maupun secara personal hakim Pengadilan Pajak.

“Seluruh badan peradilan di bawah kekuasaan MA satu kesatuan yang harus dijamin kemerdekaannya menjalankan kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan,” ujar Kuasa Hukum Pemohon, Victor Santoso Tandiasa dalam sidang pendahuluan yang diketuai Daniel Yusmic P. Foekh di ruang sidang MK, Rabu (22/7/2020) kemarin.   

Victor menilai Pasal 5 UU Pengadilan Pajak itu telah mengurangi hak konstitusional pemohon yang menjadi bagian dari hakim yang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa perpajakan. Sebab, selama ini pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan pengadilan pajak masih di bawah kekuasaan Kementerian Keuangan, bukan MA.

Hal ini, menurut Pemohon melanggar prinsip kemerdekaan/kemandirian kekuasaan kehakiman dan membuat MA menjadi tidak bisa melakukan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan pada pengadilan pajak. Misalnya, selama ini proses rekrutmen hakim pajak dan personil pengadilannya menjadi monopoli Kemenkeu.   

“Ketentuan ini telah men-down grade MA dalam kedudukannya sebagai peradilan tertinggi. Hal ini berdampak sistemik pada bertumpuknya perkara PK sengketa pajak. Saat yang sama, MA tidak dapat melakukan pembinaan secara organisasi, administrasi, dan finansial terhadap pengadilan pajak,” kata Victor. (Baca Juga: Pemerintah: Mekanisme Pengangkatan Pimpinan Pengadilan Pajak Konstitusional)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait