Majelis Hakim PK Djoko Tjandra Dinilai Bisa Memutus Tanpa Memperpanjang Sidang
Utama

Majelis Hakim PK Djoko Tjandra Dinilai Bisa Memutus Tanpa Memperpanjang Sidang

Majelis Hakim berpandangan bahwa tidak ada perkara PK yang diputus dalam persidangan awal.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Majelis hakim yang menyidangkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) buron terpidana perkara korupsi cessie Bank Bali, Djoko Soegiharto Tjandra, dinilai seharusnya bisa memutuskan tanpa memperpanjang jalannya sidang pemeriksaan berkas. Dalam sidang keempat yang diselenggarakan pada Senin (27/7) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, diwarnai dengan penolakan Jaksa untuk menandatangani Berita Acara Persidangan (BAP).

Penolakan Jaksa untuk menandatangani Berita Acara Persidangan terjadi menyusul keberatan Jaksa terhadap Majelis Hakim yang belum mengambil keputusan. “Sikap Kami sangat jelas apabila persidangan diteruskan ke Mahkamah Agung, kami sangat menolak dan kami tidak menandatangani (BAP) hari ini. Mohon untuk dibikin berita acara penolakan,” ujar Jaksa Ridwan Ismawanta saat sidang berlangsung.

Majelis Hakim berpandangan bahwa tidak ada perkara PK yang diputus dalam persidangan awal. Karena itu proses persidangan akan berjalan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Setelah sebelumnya Mejelis telah mendengarkan keterangan Pemohon dan mendengarkan pendapat Jaksa, nantinya Majelis Hakim pun akan memberikan pendapatnya.

“Majelis Hakim berpendapat kita mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Ketua Majelis Hakim Nazar Effriandi.

Direktur Eksekutif Legal Culture Institute, Rizqi Azmi, menilai di sidang Permohonan PK kali ini seharusnya Majelis Hakim sudah bisa memutuskan tanpa memperpanjang sidang. Hal ini disampaikan dengan melihat beberapa pertimbangan. Menurut Rizqi, Djoko Tjandra telah mangkir di setiap kali persidangan. (Baca: Koalisi Minta Kasus Djoko Tjandra Diusut Menyeluruh dan Tuntas)

Dalam konteks permohonan PK yang diajukan Djoko Tjandra, Rizqi menyebutkan bahwa pemohon telah menyalahi prosedur acara pidana karena tidak menguruskan permohonanya secara langsung. Karena itu Rizqi menilai sudah seharusnya pemeriksaan di persidangan untuk segera diputuskan. “Kami kira tidak ada alasan kuat majelis hakim menerimanya,” ungkap Rizqi kepada hukumonline, Senin (27/7).

Rizqi menyebutkan, permohon PK harus berada di bawah pengawasan dan pendampingan kejaksaan dan atau kepolisian. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2012 dan Pasal 265 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sudah secara tegas menyebutkan bahwa Pemohon wajib hadir saat melakukan pendaftaran dan mengikuti pemeriksaan persidangan PK.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait