Beragam Persoalan yang Sering Terjadi dalam Pengadaan Alutsista
Berita

Beragam Persoalan yang Sering Terjadi dalam Pengadaan Alutsista

Antara lain alutsista yang dibeli tidak sesuai kebutuhan dan di bawah standar, cenderung membeli alutsista bekas, minim mekanisme transfer of technology, dan ada keterlibatan pihak ketiga (broker). Modernisasi alutsista jangan berpatokan kuantitas, tapi kualitas.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
TNI menggelar pameran Alutsista jelang hari jadi TNI ke-73 pada 5 Oktober di Monas, Kamis (27/9/2018) lalu. Foto: RES
TNI menggelar pameran Alutsista jelang hari jadi TNI ke-73 pada 5 Oktober di Monas, Kamis (27/9/2018) lalu. Foto: RES

Pemerintah terus berupaya melakukan modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista) melalui pengadaan barang. Namun, tak jarang mekanisme pengadaan atau pembeliannya kerap menuai kontroversi publik, misalnya rencana pembelian 15 pesawat tempur bekas dari Austria. Wakil Direktur Imparsial, Gufron Mabruri mencatat sedikitnya ada 4 persoalan yang sering dihadapi dalam pengadaan alutsista di Indonesia.

Pertama, alutsista yang dibeli tak jarang di bawah standar, misalnya tidak lengkap atau tidak sesuai kebutuhan. Hal ini mempengaruhi kesiapan alutsista untuk digunakan. Kedua, pengadaan alutsista cenderung membeli barang bekas. Biaya perawatan dan operasional alutsista bekas relatif mahal dibandingkan membeli alutsista yang baru.

Gufron mengusulkan pemerintah untuk memberi peralatan baru dan andal walaupun jumlahnya sedikit. Ketiga, pengadaan alutsista perlu dibarengi dengan alih teknologi. Harapannya ke depan, Indonesia bisa mandiri dan tidak tergantung pada alutsista buatan luar negeri. Jika yang dibeli bekas, Gufron yakin alih teknologinya sangat minim.

Keempat, pembelian alutsista diduga kuat melibatkan broker. Hal ini harus dihindari karena mekanisme ini tidak dikenal dalam regulasi. “Pengadaan alutsista apapun harus dilakukan secara akuntabel dan transparan, Ini bagian dari tata kelola sektor keamanan dalam negara demokrasi,” kata Gufron dalam diskusi secara daring, Senin (28/7/2020) kemarin. (Baca Juga: Rencana Pengadaan Alutsista, Pemerintah Diingatkan Aturan Ini!)  

Gufron mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawasi kebijakan pemerintah, termasuk di sektor pertahanan dalam pengadaan alutsista ini. Masyarakat berharap pertahanan Indonesia modern dan kuat serta memiliki prajurit yang profesional. Tapi, Gufron menilai pembelian alutsista bekas sangat berbahaya karena rawan kecelakaan ketika digunakan.

“Dalam 20 tahun terakhir, Imparsial mencatat terjadi 32 kecelakaan pesawat militer. Peristiwa tersebut harus menjadi pengalaman agar pemerintah berhati-hati untuk membeli alutsista.”

Peneliti LIPI, Diandra Megaputri Mengko, memberi contoh pesawat tempur bekas dari Austria yang ingin dibeli pemerintah melalui Kementerian Pertahanan biaya operasionalnya mahal. Mahalnya biaya perawatan membuat pemerintah Austria mengkandangkan pesawat itu sejak 2017. Pemerintah juga punya pengalaman buruk dalam membeli pesawat tempur bekas yakni ketika membeli 25 unit pesawat F-16 dari Amerika Serikat.

Tags:

Berita Terkait