Kronologis Perkembangan Pemikiran tentang Keharusan Terpidana Menghadiri Sidang Permohonan PK
Utama

Kronologis Perkembangan Pemikiran tentang Keharusan Terpidana Menghadiri Sidang Permohonan PK

Sejak 2010, sudah ada putusan Mahkamah Agung yang menyatakan kehadiran pemohon dalam sidang permohonan PK bersifat imperatif. Kehadiran pengacara hanya mendampingi, bukan mewakili klien.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perkembangan pemikiran tentang kehadiran terpidana mengajukan, dan tabel (Ilustrator: YUSUF)
Ilustrasi perkembangan pemikiran tentang kehadiran terpidana mengajukan, dan tabel (Ilustrator: YUSUF)

Kasus Djoko S. Tjandra kini sedang mendapat perhatian yang luar biasa, terutama berkaitan dengan dugaan penyimpangan yang dilakukan aparat penegak hukum. Djoko, pengusaha yang berstatus terpidana, mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) melalui PN Jakarta Selatan. Aparat penegak hukum ditengarai berperan membantu dan memfasilitasi Djoko mendapatkan Kartu Tanda Pendudukn elektronik (e-KTP), surat jalan dari Jakarta ke Pontianak, surat keterangan bebas Covid, dan mengurus permohonan PK ke pengadilan. Tertangkapnya Djoko diharapkan dapat membuka tabir gelap mafia peradilan di balik pelariannya.

Permohonan PK yang diajukan Djoko menarik perhatian karena selalu pemohon prinsipal, Djoko tidak hadir saat sidang PK dilakukan. Ia hanya diwakili pengacaranya di ruang sidang. Pada sidang berikutnya, Djoko kembali tidak hadir dengan alasan kesehatan. Aparat kejaksaan memang bersiap menangkap Djoko untuk dieksekusi ke lembaga pemasyarakatan sesuai putusan Mahkamah Agung. Djoko pernah berstatus buron Interpol karena melarikan diri ke luar negeri sehari sebelum putusan Mahkamah Agung dijatuhkan. Belakangan, Djoko meminta agar sidang PK dilakukan secara virtual. Dengan sidang daring, Djoko tak perlu hadir di ruang sidang.

Kini, ia sudah tertangkap. Tetapi persoalan kehadiran terpidana dalam sidang permohonan PK masih menjadi persoalan hukum yang perlu dikaji mendalam.

Kehadiran pemohon PK prinsipal bersifat wajib setelah terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2012 tentang Pengajuan Permohonan PK dalam Perkara Pidana. Ada dua poin utama yang disebut dalam SEMA ini. Pertama, permintaan PK ke Mahkamah Agung hanya dapat diajukan terpidana sendiri atau ahli warisnya. Kedua, permohonan PK yang diajukan kuasa hukum terpidana atau ahli warisnya tanpa dihadiri terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak diajukan ke Mahkamah Agung.

(Baca juga: Melihat Lagi Landasan Hukum Putusan ‘Perkara Diteruskan’ di Sidang Perkara Djoko Tjandra).

Terbitnya SEMA ini mendapat dukungan dari kalangan akademisi. Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Daddy Fahmanadie, mengatakan kehadiran pemohon prinsipal merupakan konsekuensi dari upaya mencari kebenaran materiil. Setiap upaya hukum yang dilakukan bukan main-main, dalam arti pemohon harus memperlihatkan keseriusan menjalankannya. “Hukum bukan untuk main-main,” tegasnya kepada hukumonline.

Dedy, begitu ia biasa disapa, meminta sikap tegas pengadilan demi kepastian hukum. Jangan sampai muncul kesan main-main ketika seseorang yang berstatus buron atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) mengajukan upaya hukum. Bagaimanapun, demi kepastian hukum, keterangan pemohon perlu didengar langsung pengadilan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait