Publik Menanti Pengungkapan Dugaan Tindak Pidana Lain yang Dilakukan Djoko Tjandra
Berita

Publik Menanti Pengungkapan Dugaan Tindak Pidana Lain yang Dilakukan Djoko Tjandra

Terhadap dugaan persekongkolan jahat dengan oknum pejabat, Djoko dapat juga dikenakan Pasal 88 dan Pasal 55 terkait permufakatan jahat.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah menangkap buron terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra. Saat ini, penegakan hukum terhadap Djoko Tjandra tengah berjalan. Terakhir, Djoko Tjandra telah dieksekusi oleh Kejaksaan atas dasar putusan Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung Nomor 12K/Pid.Sus/2008 tanggal 11 Juni 2009.

Meski begitu, publik masih menanti penegakan hukum terhadap Djoko Tjandra atas sejumlah kasus yang muncul belakangan menyusul upaya hukum PK kedua yang diajukan Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Polri dan Kejaksaan Agung diharapkan mampu bertindak tegas terhadap penegakkan hukum tindak pidana baru yang dilakukan Djoko Tjandra.

“Mulai dari segala iktikad buruknya sewaktu buron dan kejahatan baru yang merupakan tindak pidana dalam pemalsuan surat, termasuk penyuapan birokrasi, penipuan, kejahatan lintas negara ditambah dengan pemberatan pidana sebagai residivis sampai dengan permufakatan jahat dengan oknum aparat penegak hukum dan birokrat,” urai Direktur Eksekutif Legal Culture Institute, Rizqi Azmi kepada hukumonline, Senin (3/8).

Menurut Rizqi, secara delik pidana Djoko tjandra sebagai koruptor yang melarikan diri dapat diberikan pemberatan hukuman sesuai Undang-Undang Tipikor. Tidak hanya itu, Djoko Tjandra dapat dijerat dengan pasal 263 ayat 1 jo pasal 378 KUHP  dengan ancaman 6 tahun penjara jika dikaitkan dengan pemalsuan dan penipuan berupa penerbitan surat berharga yang dapat menimbulkan kerugian. (Baca: Tindak Lanjut Penangkapan Djoko Tjandra Harus Disertai Proses Transparan)

“Dalam yurisprudensi tetap, perlakuannya disebut intelectuele Valsheid atau pemalsuan secara intelektual yang menimbulkan kerugian bagi kepentingan masyarakat (Hoge Raad  1941, No 42),” terang Rizqi.

Rizqi menilai untuk dugaan tindak pidana yang terjadi berulang-ulang dan itikad buruk yang berkenaan dengan pasal di atas dapat dikenakan juga ketentuan pasal 486 KUHP dengan penambahan sepertiga hukuman terutama terkait kasus tindak pidana baru Djoko Tjandra yang belum lewat lima tahun.

Sementara terhadap dugaan persekongkolan jahat dengan oknum pejabat, Djoko dapat juga dikenakan pasal 88 dan pasal 55 terkait permufakatan jahat. Menurut Rizqi, dugaan tindak pidana ini bahkan bisa dimanfaatkan oleh kepolisian, Kejaksaan dan KPK dalam mengurai dan membongkar benang kusut pemberantasan kasus korupsi Bank Bali dan BLBI.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait