Rentetan Kebocoran Data Pribadi, Perangkat Regulasi Belum Memadai
Utama

Rentetan Kebocoran Data Pribadi, Perangkat Regulasi Belum Memadai

Investigasi kebocoran data pribadi masih belum optimal. Mekanisme penyelesaian belum memadai sehingga risiko kebocoran data terus berulang.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Tidak ada habisnya, kasus kebocoran data pribadi terus bermunculan saat ini. Setelah kasus kebocoran data pribadi terjadi pada perusahaan belanja online atau e-commerce populer di Indonesia, permasalahan tersebut kembali terjadi pada salah satu perusahaan pembiayaan atau multifinance. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menyurati perusahaan tersebut untuk meminta klarifikasi mengenai kebocoran data nasabah.

Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar mengatakan terus berulangnya kebocoran data ini tidak lepas dari persoalan regulasi yang masih belum memadai sehingga penegakan hukum kebocoran data pribadi masih belum optimal. Dia memaparkan masyarakat sebagai korban kebocoran data pribadi tidak mendapatkan laporan secara detil mengenai jenis-jenis data yang bocor.

“Rentetan kebocoran data pribadi dari berbagai platform seperti e-commerce ini tidak mekanisme penyelesaian yang memadai. Dalam artian langkah-langkah investigatif tidak dilakukan secara cepat, terbuka dan dilaporkan ke publik. Karena tidak ada penyelesaian memadai sehingga tidak pernah belajar dan mengulang insiden-insiden tersebut,” jelas Wahyudi, Rabu (5/8).

Dia menjelaskan regulasi penyelesaian kebocoran data pribadi masih belum memadai sehingga pengawasan oleh regulator juga tidak optimal. Kemudian, Wahyudi juga menjelaskan notifikasi pelaporan oleh perusahaan kepada pemilik data saat terjadi kebocoran seharusnya berprinsip tanpa penundaaan. Namun, regulasi menyatakan pelaporan tersebut dapat dilakukan paling lambat 14 hari. (Baca Juga: Lindungi Kebocoran Data Pribadi, Masyarakat Diimbau Jangan Asal Pasang Aplikasi)  

Menurut Wahyudi, jangka waktu tersebut terlalu lama saat dikaitkan dengan kebocoran data pribadi secara elektronik. Terlebih lagi, data pribadi yang bocor tersebut bersifat sensitif seperti biometrik. “Notifikasi 14 hari itu dalam konteks perlindungan data pribadi terlalu lama seharusnya berprinsip tanpa penundaan. Apalagi data data sensitif seperti biometrik,” jelasnya.

Dalam kesempatan sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Jamalul Izza mengatakan berbagai kasus kebocoran hingga jual beli data pribadi terjadi karena faktor kompleks. Dia menjelaskan salah satu penyebabnya karena banyak data pengguna internet Indonesia di simpan di luar negeri. Data-data tersebut dimiliki dan dimanfaatkan secara ekonomi oleh pihak asing tanpa ada keuntungan bagi Indonesia. “Dalam hal ini bangsa Indonesia dirugikan secara ekonomi, termasuk dilemahkan pertahanan dan keamanan,” jelas Jamalul, Selasa (21/7).

Jamalul mengatakan saat terjadi kebocoran data warga Indonesia di luar negeri memerlukan perizinan dari negara di mana lokasi data center tersebut berada. “Ada beberapa kejadian sangat susah saat data di luar. Untuk share lokasinya saja butuh beberapa hari molor sehingga kejahatan tersebut terlewat,” tambah Jamalul.

Tags:

Berita Terkait