Karakter Hukum Bank Garansi
Kolom

Karakter Hukum Bank Garansi

Bank garansi dapat digolongkan sebagai suatu kewajiban bersyarat untuk mengganti rugi dengan sejumlah uang tertentu.

Bacaan 2 Menit
Rachmad Setiawan. Foto: Istimewa
Rachmad Setiawan. Foto: Istimewa

Sudah menjadi suatu kebiasaan di kalangan kita untuk menganggap bahwa bank garansi itu tidak lain merupakan suatu perjanjian penanggungan utang (borgtocht) seperti diatur dalam Pasal 1820-1850 KUHPerdata. Anggapan ini semakin mengental jika kita melihat bahwa di beberapa teks bank garansi, selalu dicantumkan beberapa pasal dalam KUHPerdata terutama Pasal 1831 KUHPerdata.

Ciri utama dari borgtocht adalah Pasal 1821 KUHPerdata yakni tiada penanggungan utang jika tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Artinya borgtocht merupakan asesoir dari perikatan utang antara debitor dan kreditor. Pemberi borgtocht (penanggung) merupakan pihak ketiga di luar debitor dan kreditor sebagai penerima borgtocht. Sebagai asesoir, mati hidupnya borgtocht tergantung dari validitas perikatan pokok.

Suatu kebiasaan janganlah lekas-lekas diterima sebagai suatu kebenaran jika kita melihat ada suatu pemikiran baru yang berwujud pada kebiasaan baru di kalangan tertentu. Di kalangan perbankan internasional, sejak lama bank garansi ini dipandang sebagai perikatan utama (bukan asesoir) dari perikatan pokok. Malahan para ahli hukum Eropa telah merancang dan menyediakan aturan khusus bank garansi yang disebut dengan Uniform Rules for Demand Guarantees (URDG) terbitan International Chamber of Commerce (ICC) Publikasi No.458.

Sebagai tandingan karya lawyer Eropa, maka para jurist Amerika juga telah mempersembahkan aturan bank garansi dalam bentuk International Standby Practices (ISP) 98 terbitan International Chamber of Commerce (ICC) Publikasi No.590. Kedua aturan kebiasaan internasional itu sama-sama menyatakan bahwa bank garansi yang tunduk pada URDG atau ISP merupakan jaminan bank yang mandiri dan independen dari perikatan pokoknya. Artinya hidup matinya bank garansi tipe tersebut tidak tergantung dari validitas perikatan pokok. Demikian itu dinyatakan secara tegas dalam Pasal 2 (b) URDG dan Pasal 1.06 ISP.

Karakter Bank Garansi

Bank garansi dapat digolongkan sebagai suatu kewajiban bersyarat untuk mengganti rugi dengan sejumlah uang tertentu. Apa syarat-syarat pembayaran ganti rugi itu harus dituangkan secara tegas dalam teks bank garansi. Dari sini dapat ditarik karakter bank garansi yaitu pertama, sebagai suatu kewajiban bersyarat, maka bank garansi wajib membayar apabila syaratnya terpenuhi; dan kedua, syarat terpenuhi apabila penerima bank garansi telah mengajukan secara lengkap atas syarat-syarat yang diminta. Karakter kedua dikenal dengan prinsip konformitet.

Karakter pertama merupakan perwujudan bahwa bank garansi merupakan perikatan independen yang terpisah dari perikatan yang mendasarinya (underlying transaction). Di sini tidak berlaku apa yang menjadi hak seorang penanggung dalam Pasal 1831 KUHPerdata di mana penanggung berhak untuk meminta harta debitor disita lebih dahulu. Segera setelah penerima bank garansi (kreditor/beneficiary) mengajukan tuntutan pencairan, maka bank harus membayar tanpa mempedulikan apakah debitor sebenarnya tidak wanprestasi terhadap kreditor ataupun perikatan antara debitor dan kreditor sebetulnya telah  batal.

Prinsip independensi ini dalam URDG Pasal 2 (b) dilukiskan dengan kalimat: Guarantee by their nature are separate transactions from the contract(s) or tender conditions on which they may be based and Guarantors are in no way concerned with or bound by such contract(s) or tender conditions, despite the inclusion of a reference to them in the Guarantee. Kewajiban dari bank sebagai guarantor adalah membayar sejumlah uang sebagaimana yang dinyatakan dalam bank garansi atas permintaan tertulis dari penerima bank garansi beserta dokumen-dokumen lain yang disyaratkan dalam bank garansi.

Tags:

Berita Terkait