Mengawal Kepentingan Daerah Lewat RUU Cipta Kerja
Berita

Mengawal Kepentingan Daerah Lewat RUU Cipta Kerja

DPD fokus terkait pasal-pasal yang mengatur kewenangan daerah. Pemerintah telah merekonstruksi penyusunan pasal-pasal dan memberikan kewenangan daerah dalam perizinan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES
Gedung MPR/DPR/DPD. Foto: RES

Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja terus dibahas Badan Legislasi, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sebagai lembaga negara yang mewakili seluruh daerah, DPD terus mengawal pembahasan RUU Cipta Kerja terkait kepentingan daerah. Sebab, sebagian kewenangan pemerintah daerah bakal dipangkas atau diambil alih pemerintah pusat terutama dalam hal perizinan.     

“Kepentingan daerah harus menjadi fokus tim kerja DPD yang khusus dibentuk membahas RUU Cipta Kerja,” ujar Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti dalam rapat koordinasi DPD di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (6/8/2020) kemarin. (Baca Juga: Alasan DPD Tolak Sentralisasi Kewenangan Pusat dalam RUU Cipta Kerja)

La Nyalla menegaskan tim yang mengawal proses pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Cipta Kerja cukup serius. Ada sekitar 20 senator yang masuk dalam tim tersebut.  Dia meminta agar tak boleh ada satu pasal dalam RUU Cipta Kerja pun yang berkaitan kepentingan daerah yang luput dari perhatian.

Anggota tim kerja DPD RUU tentang Cipta Kerja, Hasan Basri melanjutkan sejumlah pasal dalam RUU Cipta Kerja bakal menjadi fokus pembahasan di internal DPD. Dia mengatakan sejumlah pasal dalam draf RUU Cipta Kerja mesti diakui melucuti sejumlah kewenangan daerah. Dia berjanji bakal terus mengawal dan mengkritisi sejumlah pasal terkait kepentingan daerah. “Sedikitnya ada 174 pasal yang akan kami ‘pelototi’,” kata Hasan usai mengikuti Rakor DPD RI di Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (6/8/2020).

Wakil Ketua Komite II DPD ini menunjuk tentang pelaksanaan kewenangan perizinan berusaha dan kegiatan berusaha oleh pemerintah daerah sesuai dengan norma standar prosedur dan kriteria (NSPK). Begitupula norma tenggat waktu yang ditetapkan pelaksanaan perizinan berusaha diberikan oleh pemerintah pusat.

Selain itu, sesuai pelaksanaan perizinan berusaha dan kegiatan berusaha yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan program Prioritas Pemerintah dilaksanakan oleh pemerintah Pusat. Bila melihat rumusan aturan tersebut, pemerintah daerah hanya sebagai penggembira dari masuknya investasi-investasi dalam jumlah besar. “Pemerintah daerah sama sekali bukan regulator,” kata dia.

Senator asal Kalimantan Utara itu melanjutkan pasal-pasal krusial terkait dengan pertanahan, tata ruang, administrasi perizinan, administrasi pemerintah, dan lainnya pun merugikan daerah. Menurutnya, RUU Cipta Kerja yang disusun menggunakan metode omnibus law boleh dibilang jauh dari sempurna. Namun, RUU Cipta Kerja terkesan amat dipaksakan dengan alasan reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait