Catatan ICW terhadap Perma Pemidanaan Perkara Tipikor
Utama

Catatan ICW terhadap Perma Pemidanaan Perkara Tipikor

ICW menyarankan seharusnya Perma ini tidak hanya membatasi pedoman pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3, tapi juga pasal lain terutama pasal suap terhadap ASN dan aparat penegak hukum. Perlu juga mengatur sanksi bagi hakim yang tidak melaksanakan Perma ini.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi langkah Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Peraturan MA (Perma) No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hanya saja, Perma yang ditandatangani Ketua MA M. Syarifuddin pada 8 Juli 2020 dan mulai berlaku pada 24 Juli 2020 ini terbatas rumusan pidana korupsi dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengapresiasi terbitnya Perma No. 1 Tahun 2020 ini yang sudah dinanti publik. Diharapkan, Perma ini dapat mengatasi persoalan disparitas putusan perkara tindak pidana korupsi. Namun, sayangnya Perma ini membatasi ruang lingkup penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor yang terbatas bicara kerugian, dampak, dan keuntungan.

“Seharusnya Perma ini juga menjangkau pelaku kejahatan, seperti penegak hukum atau aparatur sipil negara yang melakukan korupsi (suap), sehingga ada skema pemberatan hukuman terhadapnya,” kata Kurnia Ramadhana kepada Hukumonline, Kamis (6/8/2020).

Karena itu, Kurnia menyarankan seharusnya Perma ini tidak hanya membatasi Pasal 2 dan Pasal 3, tapi juga pasal lain. Sebab, menurutnya disparitas pun sering terjadi dalam tindak pidana korupsi dalam bentuk lain, seperti suap, gratifikasi. “MA perlu menciptakan perma-perma lain yang serupa, tapi dengan klausul pasal yang berbeda. Seperti, Pasal 5 dan Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor,” usulnya.  

Pasal 5 UU Pemberantasan Tipikor

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

a.    memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau

b.    memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

(2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

a.    pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

b.    pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

Harusnya mengatur sanksi

ICW menilai Perma No. 1 Tahun 2020 ini belum mengatur sanksi bagi hakim yang tidak melaksanakan pedoman pemidanaan ini. Seharusnya Perma ini mengatur sanksi yang tidak melaksanakan Perma ini. Bila hakim tetap menghukum ringan pelaku korupsi, padahal faktanya memenuhi kategori hukuman berat atau sedang dapat dilaporkan ke Badan Pengawasan MA (Bawas MA).

“Atau dijadikan catatan bagi MA untuk dikenakan sanksi administrasi sepanjang hakim tersebut tidak bisa menjelaskan keterkaitan antara pertimbangan hukum dengan amar putusan dan terdapat kejanggalan didalamnya,” kata Ramadhana.  

Tags:

Berita Terkait