Koalisi Masyarakat Sipil Bakal Somasi DPR, Ini Sebabnya!
RUU Cipta Kerja:

Koalisi Masyarakat Sipil Bakal Somasi DPR, Ini Sebabnya!

Jika DPR tidak menjalankan somasi, tim advokasi masyarakat sipil bisa mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. DPR yang membahas RUU di masa reses dinilai melanggar Pasal 81 huruf i dan k UU No.17 Tahun 2014.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: SGP/Hol
Gedung DPR. Foto: SGP/Hol

Pembahasan RUU Cipta Kerja pada masa reses terus menuai kritik masyarakat. Kalangan buruh dan organisasi masyarakat sipil lain yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) berencana menggelar demonstrasi 14-16 Agustus 2020. Tak hanya itu, sebagai bentuk protes penolakan, tim advokasi untuk demokrasi yang berniat melayangkan somasi kepada DPR.

Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menjelaskan ketika demonstrasi 16 Juli 2020 perwakilan massa diterima Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad bersama sejumlah anggota DPR lainnya. Dalam pertemuan itu, Dewi menyebut pimpinan DPR berjanji tidak membahas RUU Cipta Kerja selama reses.

Faktanya, pembahasan RUU Cipta Kerja terus bergulir meski reses. Selama masa reses, DPR seharusnya tidak melakukan sidang, termasuk membahas RUU, tapi menyambangi daerah pemilihannya untuk menyerap aspirasi rakyat. “Ini alasan kenapa kami melayangkan somasi terbuka kepada DPR. Kami akan terus melakukan upaya agar pembahasan RUU Cipta Kerja dibatalkan,” kata Dewi dalam jumpa pers secara daring, Minggu (9/8/2020). (Baca Juga: Bahas RUU Cipta Kerja di Masa Reses DPR Dinilai Ingkar Janji)

Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, menuturkan sejak awal RUU Cipta Kerja yang sebelumnya bernama RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) ditolak berbagai elemen masyarakat karena bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi. Arif telah menyampaikan itu ketika bertemu dengan wakil Ketua dan anggota DPR medio Juli 2020 silam. Sekaligus mengingatkan setiap kebijakan dan penyusunan peraturan harus berpihak pada rakyat yakni buruh, petani, nelayan, kelompok minoritas, dan masyarakat yang terdampak.

Tapi sejak awal pembahasan RUU Cilaka dilakukan tertutup, bahkan masyarakat sulit mengakses draf RUU. Pembahasan RUU Cipta Kerja seharusnya dengan partisipasi masyarakat secara luas karena semua sektor akan terdampak. Sayangnya, DPR sebagai wakil rakyat dan legislator tidak menjalankan fungsinya secara baik dalam mengawasi pemerintah.

“DPR bisa menolak membahas RUU ini. DPR jangan mau terima RUU ini begitu saja. Seharusnya kembalikan dan minta pemerintah membahas ulang RUU dengan partisipasi masyarakat secara luas,” kritiknya.

Alih-alih mengembalikan RUU kepada pemerintah, kata Arif, DPR malah membahasnya di masa reses. Arif mengingatkan DPR yang membahas RUU di masa reses melanggar Pasal 81 huruf i dan k UU No.17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Tags:

Berita Terkait