Menyoal Pelibatan TNI-Polri dalam Penegakan Hukum Protokol Kesehatan
Berita

Menyoal Pelibatan TNI-Polri dalam Penegakan Hukum Protokol Kesehatan

Pelibatan TNI dan pengerahan aparat kepolisian dalam penanggulangan Covid-19 menunjukan inkonsistensi dan inkompetensi pemerintah karena dikhawatirkan menggunakan pendekatan represif-keamanan. Padahal, pencegahan pandemi Covid-19 menjadi ranahnya profesional, ahli, dan praktisi kesehatan masyarakat.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Petugas gabungan memberi hukuman push up kepada warga yang tidak memakai masker saat razia di Kawasan Jalan Fatmawati, Jakarta, Kamis (30/4) lalu. Foto: RES
Petugas gabungan memberi hukuman push up kepada warga yang tidak memakai masker saat razia di Kawasan Jalan Fatmawati, Jakarta, Kamis (30/4) lalu. Foto: RES

Terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No.6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) diharapkan dapat menjadi acuan mendisiplinkan masyarakat dalam upaya pencegahan pandemi Covid-19. Namun sejatinya penegakan hukum tersebut tidak melalui pendekatan dan cara-cara represif terhadap masyarakat.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana menilai Inpres 6/2020 merupakan respon terhadap situasi pandemi Covid-19 yang terus meningkat. Inpres tersebut ditujukan terhadap sejumlah pejabat negara mulai Menkopolhukam, Mendagri, Kepala BNPB, Kapolri, Panglima TNI hingga bupati dan walikota. Bagi LBH Jakarta, narasi yang digunakan sebatas imbauan yang sifatnya tidak mencegah secara efektif atas peningkatan penularan wabah pandemi Covid-19.

Dia menilai Inpres ini tak menindaklanjuti mandat penanganan pandemi Covid-19 sebagaimana diamanatkan UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan; UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; UU No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular; hingga Peraturan Pemerintah (PP) No.21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Dalam Inpres 6/2020 tak nampak adanya instruksi penerapan PSBB termasuk aturan pelaksana Karantina Rumah, Karantina Rumah Sakit, dan Karantina Wilayah. Ironisnya, tidak adanya kebijakan kekarantinaan kesehatan malah ditambah dengan instruksi terhadap aparat kepolisian dalam penegakan hukum terhadap masyarakat yang melanggar protokol kesehatan.

“Instruksi yang menggunakan pendekatan represif alat keamanan seperti ini sangat tidak efektif mencegah potensi penularan wabah pandemi Covid-19. Implementasinya hanya bersifat penindakan dan kasuistik semata,” ujar Arif Maulana dalam keterangannya akhir pekan lalu. (Baca Juga: Ini Instruksi Presiden Terkait Penegakan Hukum Protokol Kesehatan)

Menurutnya, potensi penularangan Covid-19 masih bergantung pada pola mobilitas warga dan aktivitas kesehariannya. Pendekatan represif terlihat dari pelibatan TNI dalam penanganan pandemi Covid-19. TNI yang notabene alat pertahanan negara dan dipersiapkan berperang melawan musuh, malah dilibatkan dalam menangani Covid-19 yang sebenarnya menjadi wilayah ahli dan praktisi kesehatan masyarakat.

Meskipun pelibatan TNI bisa dituangkan dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dengan merujuk Pasal 7 ayat (3) UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI, tapi hal ini harus ditentukan melalui keputusan politik negara. Sedangkan sampai hari ini belum ada Keputusan Presiden yang menetapkan pelibatan TNI dalam wabah pandemi Covid-19 sebagai suatu OMSP.

Tags:

Berita Terkait