Mendorong Mekanisme Remedi dalam RUU Masyarakat Hukum Adat
Utama

Mendorong Mekanisme Remedi dalam RUU Masyarakat Hukum Adat

Regulasi yang ada belum mengatur ketentuan yang mengembalikan hak tanah masyarakat hukum adat (MHA) yang masuk lahan konsesi perusahaan. Sejak 2015 Komnas HAM mengusulkan pemerintah untuk memasukan ketentuan mengenai remedi dalam RUU MHA.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Konstitusi mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat (MHA) beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam UU. Tapi sampai saat ini belum ada UU khusus tentang MHA.  Padahal sejak 2013, RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA) sudah masuk Prolegnas dan terakhir pada tahun 2020. Tapi, pembahasannya tak pernah kunjung tuntas.

Sawit Watch mencatat pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam tak jarang mengancam keberadaan masyarakat adat, misalnya ekspansi perkebunan kelapa sawit. Tahun 2019, Sawit Watch melansir ada 1.054 konflik agraria antara komunitas dengan perusahaan sawit. Lebih dari setengah konflik itu merupakan konflik tenurial antara masyarakat hukum adat dengan perusahaan sawit.

Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, mengusulkan RUU MHA perlu mengatur tentang pemulihan terhadap masyarakat hukum adat. Pemulihan itu bukan hanya meliputi tanah, tapi juga manusianya. “Pemulihan, remedi, dan restitusi wajib masuk dalam RUU MHA,” kata Rukka Sombolinggi dalam diskusi secara daring, Rabu (12/8/2020). (Baca Juga: Lima Terobosan untuk Lindungi Masyarakat Hukum Adat)

Mantan Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Norman Jiwan, mengatakan lembaga seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) terus mendorong pelaksanaan standar internasional berbasis HAM dan keadilan sosial dalam pengelolaan industri sawit. Salah satu standar RSPO yakni pemulihan bagi pihak yang kehilangan hak pakai tanah karena lahan mereka masuk dalam konsesi perkebunan sawit. Sayangnya, mekanisme ini tidak ada di Indonesia

“Jika mengikuti standar RSPO, salah satu mekanisme penyelesaian jika ada pelanggaran hak (termasuk masyarakat hukum adat, red) yakni restitusi, tanah harus dikembalikan kepada masyarakat,” kata Norman.

Norman berpendapat restitusi bisa dilakukan jika ada regulasi yang mengaturnya, misalnya masuk dalam RUU MHA. Menurut Norman, negara di Asia Tenggara yang memiliki UU khusus untuk MHA yakni Filipina. Regulasi itu memberi perlindungan terhadap MHA, termasuk dari ekspansi industri sawit. Paling penting, dalam UU Perlindungan MHA yang ada di Filipina itu mengatur mekanisme restitusi.

“Praktik baik lainnya dilakukan pemerintah Papua Nugini dimana mereka tidak mengenal konsep HGU, tapi bentuknya pinjam pakai lahan dari masyarakat,” paparnya.

Tags:

Berita Terkait