Melihat Ketentuan Penagihan Leasing Saat Pandemi Covid-19
Berita

Melihat Ketentuan Penagihan Leasing Saat Pandemi Covid-19

OJK mengimbau perusahaan pembiayaan tidak menyita kendaraan pada debitur yang baik dan terdampak Covid-19. Jika memang sebelum Covid-19 sudah macet atau bermasalah maka penanganannya tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Perusahaan pembiayaan atau multifinance merupakan salah satu industri yang turut terkena imbas dari pandemi Covid-19. Perusahaan pembiayaan harus menghadapi kondisi kesulitan menagih pinjaman kepada debitur karena pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Di sisi lain, perusahaan harus mengembalikan pinjaman modal dan merestrukturisasi kontrak-kontrak debitur yang terdampak Covid-19.

Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sekar Putih Djarot, mengatakan pihaknya secara umum mengimbau agar perusahaan pembiayaan tidak melakukan penarikan kendaraan terhadap debitur yang patuh dalam pembayaran. Dia menjelaskan apabila debitur yang patuh tersebut mengalami kendala maka disarankan untuk mengajukan restrukturisasi kepada perusahaan pembiayaan.

Sementara, bagi debitur yang sebelum masa Covid-19 memiliki rekam jejak buruk maka ketentuan penarikan masih diperbolehkan sesuai perundang-undangan. Sekar menjelaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan asosiasi dan pemerintah daerah untuk menyamakan pemahaman tersebut. (Baca Juga: Penagihan Pinjaman Jadi Tantangan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Covid-19)

“Kami secara umum mengimbau perusahaan pembiayaan untuk tidak melakukan penarikan kendaraan, namun tetap harus dicatat bahwa relaksasi ini ditujukan bagi debitur yang memang sebelumnya, kreditnya baik dan memang terdampak, jika memang sebelum Covid sudah macet atau bermasalah maka penangannya tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku. Hal-hal ini yang membuat kami diawal banyak melakukan kordinasi komunikasi dengan asosiasi, pemerintah daerah dan juga pihak terkait lainnya untuk mengurangi ekses-ekses yang terjadi di lapangan,” jelas Sekar saat dihubungi hukumonline, Kamis (13/8).

Dia menjelaskan ketentuan debitur yang dapat merestrukturisasi pinjaman tersebut tercantum dalam Peraturan OJK Nomor 14/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-bank. Dalam POJK itu menyebutkan adanya penilaian kelayakan oleh perusahaan pembiayaan kepada debitur yang berhak mendapatkan restrukturisasi.

Selain itu, dalam restrukturisasi pinjaman tersebut perusahaan pembiayaan juga harus menghindari terjadinya moral hazard dengan memberikan kepada debitur yang sebelum pandemi Covid-19 sudah bermasalah sehingga status debitur menjadi lancar.

Sebelumnya, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank II B Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bambang W Budiawan, mengatakan indikator keuangan industri perusahaan pembiayaan seperti aset, piutang pembiayaan, sumber pendanaan, laba dan aset pengelolaan per Mei 2020 menurun dibandingkan tahun lalu atau year on year (yoy). Selain itu, kondisi non-performing finance (NPF) atau kredit macet meningkat 1,38 persen yoy menjadi sebesar 4,11 persen.

Tags:

Berita Terkait