Sejumlah Catatan SETARA Institute untuk Kinerja MK
Utama

Sejumlah Catatan SETARA Institute untuk Kinerja MK

MK mengapresiasi catatan-catatan SETARA Institute yang memang sejalan dengan upaya yang telah, sedang, dan terus dilakukan untuk meningkatkan performa dalam menjalankan kewenangan konstitusionalnya.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Setiap Hari Konstitusi pada 18 Agustus, SETARA Institute memberi beberapa catatan atas kinerja Mahkamah Konstitusi (MK) selama Agustus 2019-Agustus 2020 berbasis riset tahunan sebagaimana dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Penelitian mengambil fokus pada dua lingkup kajian yakni manajemen peradilan konstitusi dan kualitas putusan MK dalam perkara pengujian undang-undang (PUU).

“Laporan ini merupakan ringkasan Laporan Kinerja MK 10 Agustus 2019-18 Agustus 2020, bagian dari partisipasi perayaan Hari Konstitusi, 18 Agustus untuk mempelajari kualitas putusan MK dan mendorong kepatuhan para penyelenggara negara dan warga negara pada Konstitusi RI,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani saat dikonfirmasi Hukumonline, Selasa (18/8/2020).          

Bagi SETARA ada beberapa catatan untuk MK yang sudah beranjak “dewasa” lantaran pada 13 Agustus 2020 memasuki usia 17 tahun. Pertama, sejak MK dibentuk pada Agustus 2003 hingga kini, terdapat 1.333 PUU yang menguji 304 UU. MK telah menjadi salah satu mekanisme nasional penegakan HAM yang paling efektif melalui putusan-putusannya yang kondusif dan kontributif pada pemajuan HAM dan demokrasi.

Kedua, MK dan hakim-hakimnya belum memiliki paradigma dan madzhab pemikiran yang bisa dikenali dan dipelajari melalui putusan-putusannya. Untuk itu, SETARA Institute mendorong pelembagaan popular constitutionalism sebagai madzhab pemikiran yang menjadi pedoman MK memutus perkara dengan memusatkan kepentingan rakyat sebagai sentrum dasar putusan.

Ketiga, pembelajaran dari 17 tahun MK menunjukkan lembaga pengawal konstitusi ini bukan institusi yang memiliki imunitas tinggi untuk tidak terjangkit penyakit korupsi atau pelanggaran etik. Sebab, di MK pun selalu ada potensi penyalahgunaan kewenangan baik dalam bentuk memperdagangkan perkara maupun dugaan memperdagangkan pengaruh.

Karena itu, penguatan kelembagaan MK masih menjadi kebutuhan baik melalui perubahan UU MK maupun oleh MK sendiri, khususnya membangun disiplin berpikir yang berorientasi pada penguatan kualitas putusan maupun penguatan dukungan bagi hakim-hakim MK sebagaimana diidealkan sebagai justice office.

Justice office mengandaikan setiap hakim konstitusi memiliki supporting system yang terdiri dari sosok-sosok yang ahli di bidang hukum ketatanegaraan dan ahli multidisiplin ilmu,” harapnya. (Baca Juga: Kinerja Lembaga Peradilan di Mata Presiden Jokowi)

Tags:

Berita Terkait