Jawaban Bos OJK Soal Maraknya Kasus Gagal Bayar Asuransi Berbalut Investasi
Berita

Jawaban Bos OJK Soal Maraknya Kasus Gagal Bayar Asuransi Berbalut Investasi

Berbagai kasus gagal bayar produk asuransi berbalut investasi tidak lepas dari pemahaman masyarakat yang masih rendah. Perusahaan asuransi diminta bertanggung jawab mengedukasi konsumen..

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso. Foto: HOL
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso. Foto: HOL

Kasus gagal bayar asuransi berbalut investasi belakangan terus bermunculan pada industri jasa keuangan di Indonesia. Kondisi ini tentunya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat sebagai nasabah atau konsumen terhadap industri asuransi khususnya pada produk-produk yang berbalut investasi. Bahkan, daftar perusahaan-perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar tersebut berstatus badan usaha milik negara (BUMN) serta populer di masyarakat.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, mengatakan penegakan market conduct atau perilaku pasar perlu diperkuat untuk menghindari terjadinya kerugian sekaligus menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Dia mengatakan pemahaman masyarakat mengenai risiko produk asuransi berbalut investasi yang rendah semakin menambah kerentanan kerugian tersebut.

“Banyak sekali hal-hal yang harus diberitahu kepada nasabah. Nasabah ini tidak bisa bedakan produk bank, deposito atau saving plan produk asuransi. Ini nasabah tidak paham bagaimana (risikonya). Sehingga, market conduct-nya dalam memasakan ini jelas dan risikonya seperti apa. Tentu produk bak dan asuransi beda risikonya,” jelas Wimboh, Kamis (27/8).

Dia menjelaskan perusahaan asuransi bertanggung jawab untuk mengedukasi konsumen terhadap produk-produk yang dipasarkan. Selain itu, Wimboh memaparkan OJK juga bertanggung jawab mengedukasi konsumen tersebut agar lebih memahami produk asuransi khususnya berbalut investasi.

“Penawaran produk asuransi ini sekarang tidak hanya door to door tapi juga melalui layanan perbankan. Bagaimana market conduct-nya produk asuransi ini diteruskan ke seluruh customer. Bahkan kami juga kampanye kepada masyarakat agar menanyakan produk-produk tersebut dijual oleh siapa dan ditanya produk ini bank atau asuransi dan jelas dokumentasinya,” jelas Wimboh. (Baca Juga: Melihat Upaya Pemerintah dalam Optimalisasi Penerimaan Pajak)

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank dan Anggota DK OJK, Riswinandi Idris, menyatakan persoalan yang muncul ini umumnya terjadi pada perusahaan asuransi jiwa yang kegiatan investasinya jangka pendek dan risikonya juga semakin besar. Sehingga, perusahaan asuransi tersebut harus dapat mengelola premi nasabah secara benar agar terhindar dari gagal bayar.

Dia mengatakan dalam pengawasan industri asuransi terdapat regulasi yang harus dipatuhi seperti Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2015 tentang Produk dan Pemasaran Produk Asuransi, POJK 67/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah, POJK 69/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Asuransi Syariah, Reasuransi dan Reasuransi Syariah, dan POJK 71/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.

Tags:

Berita Terkait