Berbagai Penyebab Salah Hukum dalam Peradilan Pidana di Indonesia
Utama

Berbagai Penyebab Salah Hukum dalam Peradilan Pidana di Indonesia

Adanya salah hukum terjadi dikarenakan kurangnya alat bukti alamiah atau juga bukti kedokteran forensik di berbagai kasus-kasus pidana.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Diskusi daring bertajuk Besok Kita Cerita Tentang Salah Hukum, yang diadakan oleh STHI Jentera, Hukumonline dan Revisi, Sabtu (29/08). Foto: RES
Diskusi daring bertajuk Besok Kita Cerita Tentang Salah Hukum, yang diadakan oleh STHI Jentera, Hukumonline dan Revisi, Sabtu (29/08). Foto: RES

Kasus salah hukum bukan hal yang jarang di negeri ini. Acapkali penegak hukum hanya kejar target dalam menangkap dan menahan seseorang hingga akhirnya masuk ke pengadilan yang menghasilkan salah hukum atau putusan yang meragukan. Tidak jarang kasus salah hukum ini terus belanjut hingga terdakwa selesai menjalankan hukumannya.

Namun ada pula salah hukum yang akhirnya di tingkat banding, kasasi hingga PK terungkap bahwa putusan di pengadilan tingkat pertama salah menerapkan hukum dan menjatuhkan putusannya kepada terdakwa. Lalu, bagaimana sebenarnya yang menjadi penyebab terjadinya salah hukum?

Pengajar STHI Jentera, Arsil mengatakan terjadinya salah hukum yang menyebabkan putusan yang diragukan sering kali terjadi. Contohnya, kasus pembunuhan David dan Kemar dalam perkara Rian Jombang tahun 2008 yang akhirnya para terdakwa telah diputus bebas melalui PK dan kasus 2 pengamen Cipulir yang akhirnya para terdakwa telah diputus bebas melalui putusan banding dan diperlukan kasasi.

“Minimnya bukti, hanya mengandalkan saksi, tidak ada bukti yang dilakukan dengan pemeriksaan forensik, tidak didampingi oleh penasihat hukum jika ada hanya formalitas saja, mengalami penyiksaan, pengadilan mengabaikan pelanggaran hukum acara saat proses penyidikan, dan pengadilan hanya mengandalkan keterangan-keterangan dalam BAP dibanding yang terungkap di persidangan. Inilah beberapa karakteristik terjadinya salah hukum,” kata Asril diskusi daring bertajuk “Besok Kita Cerita Tentang Salah Hukum,” yang diadakan oleh STHI Jentera, Hukumonline dan Revisi, Sabtu (29/08).

Arsil yang juga Peneliti Senior LeIP ini menjelaskan, terjadinya salah hukum dikarenakan permasalahan pembuktian, dimana tidak terdapat bukti yang mencukupi inti yang menunjukkan terdakwa bukan pelakunya, dan permasalahan penafsiran hukum, misalnya ketika terdakwa melakukan perbuatan yang dituduhkan namun seharusnya perbuatan tersebut bukan tindak pidana.

Terjadinya salah hukum, kata dia, dapat juga dikarenakan bukti-bukti memang mengarah pada terdakwa, tetapi bukti yang menunjukkan sebaliknya belum diketahui dan ada pula ada unsur kesengajaan. “Padahal, sistem peradilan pidana telah didesain sedemikian rupa untuk meminimalisir terjadinya salah penghukuman,” kata dia. (Baca: Saksi Perkara Praperadilan Pengamen Tak Disumpah)

Desain tersebut misalnya, penyidik diawasi jaksa dan dalam batas tertentu oleh pengadilan, persidangan dipimpin oleh majelis hakim yang bersifat kolegial, persidangan dilakukan terbuka untuk umum, pertimbangan wajib disusun dan putusan dapat diakses publik serta putusan pengadilan dapat diuji kembali melalui upaya hukum banding, kasasi hingga peninjauan kembali. “Namun, pertanyaannya mengapa kasus salah hukum maupun putusan yang meragukan masih terjadi? tanyanya.

Tags:

Berita Terkait