Sejumlah Risiko Membayangi Rencana Penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan
Utama

Sejumlah Risiko Membayangi Rencana Penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan

Rencana pemerintah menerbitkan Perppu untuk mereformasi pengawasan keuangan dan moneter berisiko menghancurkan perekonomian negara. Kebijakan moneter dan keuangan rawan dipolitisasi.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) mengenai perubahan tata kelola pengawasan sektor moneter dan keuangan. Berbagai perubahan dalam Perppu tersebut antara lain pengintegrasian kembali Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga pembentukan dewan moneter yang pemerintah turut dalam anggotanya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Dradjad Wibowo, menganggap penerbitan Perppu tersebut membahayakan perekonomian nasional. Menurutnya, rencana pemerintah tersebut tidak tepat terjadi saat pandemi Covid-19. Dia menganalogikan kondisi saat ini seperti badai, namun pemerintah justru merombak tata kelola pengawasan moneter dan keuangan yang sedang stabil. (Baca Juga: Menyoal Wacana Penerbitan Perppu Penataan dan Penguatan Sektor Keuangan)

“Kalau merombak, Indonesia jadi negara aneh. Ini (reformasi keuangan) seperti bongkar pasang rumah saat badai. Ketika datang badai tidak logis untuk bongkar pasang rumah bisa-bisa tersapu habis. Sementara negara lain dan negara yang ekonominya lebih jatuh dari Indonesia tidak melakukan bongkar pasang ini. Kalau ekonomi Indonesia lebih bagus buat apa bongkar pasang,” jelas Dradjad, Selasa (1/9).

Drajat menganggap rencana perubahan yang diwacanakan pemerintah merupakan kemunduran dalam pengawasan sektor moneter dan keuangan. Dia menjelaskan kehadiran Perppu tersebut dapat menghilangkan independensi BI sebagai pengawas moneter karena pemerintah dapat mengintervensi kebijakan bank sentral. Dia juga mengkhawatirkan kepentingan politik akan terjadi saat independensi BI dihilangkan.

“Pemangkasan independensi mengembalikan ke jaman jahiliah. Gubernur (BI) bisa dengan mudah diberhentikan. Independensi diberikan agar investor percaya kebiajakan keuangan dan moneter diambil secara objektif dan analisis yang valid dan ilmiah,” jelas Drajad. (Baca Juga: KMK Tunjangan Pulsa Terbit, PNS Dapat Pulsa Gratis Hingga Desember)

Menurut Dradjad, risiko perombakan tata kelola pengawasan moneter dan keuangan ini juga berisiko mengguncang stabiltas ekonomi nasional karena momentumnya tidak tepat di saat pandemi Covid-19. “Kalau jadi terbitkan Perppu Reformasi Keuangan, itu akan beri kesan pemerintah bingung dan panik,” jelasnya.

Dia menambahkan kebijakan paling mendesak yang seharusnya pemerintah lakukan yaitu perbaikan dari sisi fiskal. Menurutnya, permasalahan ekonomi saat ini rendahnya penerimaan negara. “Di sini, Indonesia punya masalah penerimaan negara sejak bertahun-tahun tidak penuhi target, target pajak meleset, shortfall dan negara tidak punya cukup tabungan fiskal. Akhirnya semuanya ditabrak,” tambah Dradjad.

Tags:

Berita Terkait